O. Solihin
Hehehe..
kamu jangan keburu stres kalo baca judul gaulislam edisi ke-203 ini.
Dari judulnya aja panjangnya minta maaf (hehehe sengaja pake kata “maaf”
karena kata ampun hanya ditujukan kepada Allah Swt.); enam kata! Belum
lagi pilihan katanya. Heuhh bikin kamu bete kalo nggak biasa baca
tulisan-tulisan dengan serius dan bakalan nganggap tuh judul serem
banget. Hmm…
Bro en Sis pembaca setia gaulislam. Sengaja saya membuat judul
panjang seperti ini dan mengangkat tema terorisme karena sedang hangat
dibincangkan. Maklum, kemarin, 11 September 2011 adalah bertepatan
dengan 10 tahun teror bagi Amerika. Kamu pasti udah pada tahu juga,
minimal bagi yang baca berita serius ya, bukan cuma baca info sepakbola
ama musik doang, bahwa pada 11 September 2011 silam dua gedung kembali
di Amerika Serikat, yakni WTC (World Trade Center) ditubruk dua pesawat
terbang yang disebut-sebut dibajak oleh teroris.
Sobat muda muslim, saya waktu menyaksikan siaran berita pada 10 tahun
yang lalu itu, nyaris nggak percaya bahwa itu adalah adegan nyata,
bukan dalam film. Soalnya, dramatis banget sih, jarang ada sebuah
peristiwa besar yang mendadak seperti itu berhasil diabadikan kamera
televisi dengan begitu pas dan angle pengambilan gambar yang bagus
banget. Hehehe.. belakangan ternyata apa yang sempat saya sebut sebagai
momen yang dramatis terungkap juga, bahwa sebenarnya kejadian itu diduga
kuat (atau bahkan) sudah dipastikan adalah bagian dari skenario yang
dibuat AS sendiri untuk meyakinkan rakyatnya dalam upaya pemerintahan
Bush memburu Osama bin Ladin atas nama
War on Terrorism (Perang Melawan Terorisme).
Okelah, kita nggak akan menceritakan momen tersebut dengan detil
karena sudah banyak media massa yang memberitakan, termasuk yang
meragukan kalo itu murni teror dari pihak teroris. Artikel ini saya buat
untuk gaulislam agar pembaca remaja muslim ngeh juga dengan kondisi
saat ini. Kondisi politik, kondisi kaum muslimin. Gimana pun juga, kamu
semua adalah penerus perjuangan Islam dan kaum muslimin, jadi kudu
ngerti dan paham soal perang melawan terorisme yang sering
digembar-gemborkan Amerika dan para sekutunya lengkap dengan para
begundalnya. Waduh, nih bahasa apa nggak ada yang lebih santun? Hehehe..
kebetulan menurut saya pas dengan faktanya kok.
Obama lanjutkan perang melawan terorisme
Nggak berbeda dengan pendahulunya, Obama serius banget ingin
melanjutkan perang melawan terorisme yang sudah ditabuh George W Bush
sepuluh tahun silam. Obama menegaskan bahwa terorisme tak akan pernah
menang sambil memuji keberanian warga Amerika. “Sepuluh tahun lalu,
warga biasa Amerika menunjukkan kepada kita arti keberanian yang
sebenarnya ketika mereka menaiki tangga, menembus kobaran api, juga
masuk ke dalam kokpit pesawat,” kata Obama dalam peringatan 11 September
yang disiarkan di radio dan internet.
(Kompas.com)
Mantan Presiden George W Bush dalam kesempatan yang sama juga
mengatakan bahwa, “Dalam rentang waktu satu dekade, tragedi 11 September
dirasakan dalam era berbeda. Namun, bagi keluarga yang kehilangan
orang-orang tercinta, beberapa di antaranya bergabung dengan kita di
sini, 11 September tak pernah dapat dilupakan.”
Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris yang ikut mendukung
War on Terrorism
yang digagas Bush ikut buka suara. Dia mengatakan bahwa kekuatan Barat
harus dipuji untuk mengurangi ancaman teroris. Blair mengingatkan para
pemimpin dunia untuk tetap waspada. ”Saya pikir kita telah menghancurkan
jaringan Al-Qaeda,” kata Blair kepada radio BBC, ”namun, saya tidak
berpikir ini sudah berakhir. Saya kira kaum Islam radikal yang membentuk
kelompok teroris, masih bersama kita saat ini.”
Bush dan Blair boleh jadi dua sejoli yang kompak dalam upaya
memerangi terorisme yang mereka definisikan sendiri sesuai keinginannya.
Terutama menghubungkan teror 11 September dengan kelompok Islam
tertentu, khususnya yang mereka sebut sebagai jaringan al-Qaeda.
Berhasilkah Amerika melawan terorisme?
Perlu dijelaskan terlebih dahulu istilah terorisme dan teroris yang
dimaksud pemerintah Amerika. Terorisme menurut pemerintah Amerika,
adalah sebuah ideologi yang melawan hegemoni Amerika, merongrong
kepentingan Amerika. Mereka menunjuk bahwa Islam adalah kekuatan yang
memungkinkan untuk melawan Kapitalisme setelah Sosialisme yang diemban
Uni Soviet terkapar.
Di tahun 1990-an, Samuel P. Huntington dalam bukunya
The Clash of Civilization and the Remaking of World Order,
menuliskan bahwa peradaban Barat dengan pemimpinnya Amerika yang
semakin menghegemoni dunia memunculkan perlawanan dari kubu Islam karena
identifikasi westernisasi merupakan ancaman bagi agama Islam sebagai
satu-satunya sumber identitas, makna, stabilitas, legitimitasi,
kemajuan, kekuatan dan harapan.
Sebenarnya gagasan ini mirip dengan yang dikemukakan pada 1950-an oleh sejarawan Inggris bernama Arnold Toynbee dalam bukunya
Civilization on Trial dan The World and The West.
Toynbee menyebutkan prediksinya bahwa perang sejati di abad berikutnya
bukanlah antara komunis dan kapitalis, tetapi antara Barat dan Muslim.
Hal ini terjadi karena menurut Toynbee, Barat dengan pemimpinnya Amerika
bertekad menguasai seluruh dunia, untuk menjadi kekuasaan terbesar
dalam sejarah. Soviet yang menjadi penghalang (saat itu) tidak akan
bertahan lama karena mereka tidak beragama, tidak beriman dan tidak
mempunyai substansi di belakang ideologi mereka. Suatu saat kaum Muslim
akan menggantikan posisi Soviet karena mereka memiliki sesuatu yang
tidak dimiliki Soviet.
Entah, apakah pemerintah Amerika terpengaruh oleh Huntington dan
Toynbee atau memang sudah punya niat untuk melawan Islam dan kaum
muslimin, faktanya saat ini setelah peristiwa 11 September 2001,
pemerintah Amerika getol memerangi terorisme, yang diidentikan dengan
Islam dan kaum muslimin.
Berhasilkah Amerika dan sekutunya memburu al-Al-Qaida yang mereka
sebut berada di balik teror 11 September 2011? Tidak. Di Afghanistan,
Amerika babak belur. Belum lagi invasinya ke Irak. Di WTC konon kabarnya
lebih dari 3000 warga sipil tewas dalam serangan teror itu, tetapi
harga yang dibayar untuk melunasi dendam itu tak sebanding. Berapa
prajurit Amerika yang tewas, terluka bahkan menderita gangguan kejiwaan?
Berapa biaya perang tersebut selama 10 tahun ini?
Ini datanya. Studi yang dilakukan oleh para peneliti di Brown
University di AS, di bawah pengawasan dua profesor Beta Crawford,
Catherine Lutz, dan diterbitkan oleh universitas tersebut, “Perang di
Irak dan Afghanistan, di samping kampanye melawan terorisme di Pakistan,
terutama oleh pesawat tak berawak, yang dilakukan oleh Amerika sendiri,
telah menelan korban setidaknya 225 ribu orang, dan materi sebesar
3.700 miliar dolar.”
Kalkulasi akhir korban langsung dalam perang tersebut sampai saat ini
diperkirakan mencapai 225 ribu korban tewas, dan sekitar 365 ribu
terluka. Dari total korban tersebut terdapat 31.741 tentara, termasuk
sekitar 6 ribu pasukan AS, 1200 tentara dari pasukan sekutu Amerika
Serikat, 9900 tentara Irak, 8800 tentara Afghanistan, 3500 tentara
Pakistan, dan 2300 karyawan di perusahaan keamanan swasta.
(Juli 2011, alamislam.com)
Belum lagi tentara yang stres di medan perang. Hasil riset Yayasan
Round Foundation di Amerika baru-baru ini, seperti diberitakan kantor
berita
Fars, mengungkapkan bahwa sebanyak 830 ribu tentara
Amerika yang ditugaskan di Irak dan Afghanistan mengalami depresi,
tekanan mental, gangguan kejiwaan dan saraf.
Bro en Sis, kamu tinggal hitung sendiri deh, gimana besarnya biaya
perang ini dan betapa babak belurnya Amerika untuk membiayai perang
tersebut serta tekanan psikologis perang yang nyaris tak berkesudahan.
Selama 10 tahun dan tak berhasil sampe sekarang. Menurut catatan
Muslimdaily.net
(24 Agustus 2011), mengutip pernyataan James Dobbins bahwa pada
awalnya, pemerintahan Bush berperang dengan “percaya diri berlebihan
dalam keberhasilan perang berteknologi tinggi untuk mengatasi teknologi
rendah lawan”. Oya, James Dobbins adalah mantan duta besar Amerika yang
sekarang bekerja di RAND Corporation, sebuah perusahaan think tank.
So, setelah membuang taktik kontra pemberontakan dalam
konflik Vietnam, para komandan Amerika kini harus belajar lagi cara
untuk melawan militan bersenjata senapan Kalashnikov dan bom buatan
sendiri. Afghanistan dan Irak sangat boleh jadi adalah kuburan massal
bagi ribuan serdadu Amerika dan sekutunya. Setelah sebelumnya medan
perang Vietnam menjadi kenangan pahit Perancis di tahun 1954 dan Amerika
di tahun 1975.
Dalam catatan di situs www.sejarahperang.com, AS dan Prancis telah
mengerahkan kekuatannya yang terbaik. Mereka menurunkan tentara yang
handal berikut pesawat pemburu, jet tempur, pengebom super, pesawat
pengacau elektronik, dan bom berpenuntun laser yang terbilang barn.
Namun, semua itu bisa dipatahkan para pejuang
Vietnam Utara dengan persenjataan seadanya, pesawat tempur kelas dua macam
MiG17, MiG-21, dan rudal darat ke udara sederhana
SA-2 Guideline.
Perang yang menelan biaya 150 miliar dolar ini berakhir setelah AS
tak kuasa lagi mempertahankan Saigon dan kehilangan 50.000 dari 500.000
tentaranya. Ternyata strategi perang yang telah dirancang apik oleh John
F Kennedy, Lyndon B Johnson, Robert S McNamara dan Jenderal William C
Westmoreland semuanya berantakan di tangan Ho Chi Minh, ahli gerilya Vo
Nguyen Giap, Nguyen Van Bay dan Nguyen Doc Soat.
Ini sudah terbukti dan wajar banget kalo Nguyen Co Tach menuliskan pesan: “Tuan
McNamara,
Anda tentu tak membaca sejarah kami. Kami bukanlah budak China maupun
Rusia. Rakyat Vietnam sudah bertempur melawan China selama seratus
tahun. Kami akan bertempur sampai orang terakhir. Bom-bom Amerika dan
tekanan-tekanan dari negara Anda sama sekali tak akan menghentikan kami.
Kami berperang untuk kemerdekaan kami. Kami melawan pasukan Anda,
karena kami yakin Amerika hanya ingin memperbudak kami.”
(Nguyen Co Thach, Fog of War, 2003)
Sobat muda muslim, pemerintah AS telah menghabiskan 10 miliar dolar
per bulan, atau 120 miliar setahun, untuk melawan al-Qaeda di
Afghanistan, data ini menurut CIA seperti yang dikutip dalam Financial
Times (25-26/06/11, hlm. 5).
Menurut catatan alamislam.com, selama 30 bulan terakhir dari
kepresidenan Obama, Washington telah menghabiskan 300 miliar dolar di
Afghanistan, dan masih ditambah sampai 4 miliar dolar untuk setiap
kebijakan dalam melawan segala bentuk yang beraroma Al-Qaeda. Jika kita
kalikan ini dengan anggaran yang harus dialokasikan untuk dua lusin
wilayah dan negara lain di mana Gedung Putih mengklaim bahwa Al-Qaeda
ada di sana, kita mulai memahami mengapa defisit anggaran AS telah
meningkat tajam menjadi lebih dari 1,6 triliun dolar untuk tahun
anggaran saat ini.
Walhasil di Vietnam Amerika kalah dan bangkrut. Tak menutup
kemungkinan (dan sudah mendekati bukti nyata), di Afghanistan pun,
Amerika menuai kegagalan dari misi yang diembannya selama ini. Ingat,
hanya untuk memburu beberapa orang saja (mungkin ratusan saja) dari
kelompok al-Qaeda yang selama ini mereka tuduh sebagai biang teror di
negaranya. Hehe.. aneh juga sih. Memburu al-Qaeda tapi yang
dibumihanguskan Afghanistan dan rakyat lainnya. Itu sih namanya seperti
membakar rumah besar hanya untuk membunuh beberapa ekor tikus. Bukankah
seharunya cukup dengan perangkap tikus? Bukan membakar rumahnya? Jadi,
sejatinya perang ini untuk apa?
Amerika penjahat dunia
Bro en Sis, itu sebabnya, pilihan kata yang tepat saat ini untuk
menggambarkan rezim pemerintah Amerika adalah “Penjahat Dunia”, bukan
“Polisi Dunia”. Ini dibuktikan karena nafsu menjajahnya yang tinggi dan
sebagai pelanggar HAM di beberapa negara. Irak dan Afghanistan adalah
contoh dua negara yang menjadi ladang peperangan sekaligus medan
pelanggaran HAM oleh Amerika Serikat.
Bagi pemerintah Amerika kebijakan luar negerinya tetap sama:
menjajah. Ketika berkuasanya George Bush yang menyulut api peperangan
dengan negeri-negeri Islam setelah tragedi 11 September 2001, juga
semasa presiden baru saat ini, Barrack Obama. Sudah, tak ada bedanya.
Sebab, baik Bush maupun Obama, bukanlah penguasa tunggal. Ya, karena
Amerika tak mungkin dipimpin oleh satu orang dan memiliki kekuasaan
penuh. Tidak. Masih ada “bos-bos” yang memiliki pengaruh dan cukup kuat
dalam mewujudkan tatanan dunia baru sesuai keinginan mereka.
Amerika seperti sudah menjadi musuh bersama bagi semua negara yang
merasa dirugikan oleh sikap dan kebijakan politik luar negeri Amerika
yang imperialis. Banyak negara, kelompok, dan termasuk individu yang
benci Amerika. Kebencian itu disalurkan melalui beragam aksi. Pemboman
di tempat-tempat strategis milik pemerintah Amerika atau tempat apapun
yang ‘berlabel’ Amerika. Unjuk rasa menentang perang yang dikobarkan
Amerika terjadi di mana-mana termasuk di dalam negeri mereka sendiri.
Orasi dan tulisan tersebar luas di seantero dunia.
Tak berbeda dengan era kepemimpinan Bush. Hanya saja menurut sebagian kalangan, Obama menggunakan
soft power. Bukan
hard power
sebagaimana dilakukan Bush. Tapi nyatanya , Obama diam-diam menumpuk
pasukannya di Afganistan untuk perang yang tak pernah dimengerti
tujuannya oleh rakyatnya sendiri. Itu artinya, kebijakan Obama sama
dalam imperialisme:
hard power. Menggunakan kekerasan. Bahkan
ketika Israel yang sudah nyata-nyata melanggar HAM, Obama bergeming
dengan menutup mata dan telinganya dari aksi vulgar yang dipertontonkan
Israel selama ini di Palestina.
Kebijakan Amerika dalam
War on Terrorism juga diamini banyak
negara, termasuk Indonesia. Itu sebabnya, perang melawan terorisme
sesuai definisi Amerika diterjemahkan untuk memerangi umat Islam. Densus
88 lahir dari gelontoran jutaan dolar dana proyek Amerika dan
Australia untuk mewujudkan cita-cita mereka memerangi kaum muslimin di
Indonesia, yang mereka sebut sebagai bagian dari jaringan Al-Qaida
Internasional atau Jamaah Islamiyah. Meski sampai sekarang tuduhan
mereka sulit dibuktikan.
Bro en Sis rahimakumullah, siapa yang akan menghentikan kebrutalan AS
dan sekutunya selama ini? Kita, kaum muslimin. Ya, kita punya tugas dan
tanggung jawab melawan segala bentuk kezaliman. Seluruh kaum muslimin
harus bersatu padu untuk mewujudkan kekuatan bersama dalam melawan
hegemoni Amerika selama ini. Lebih keren lagi kalo kaum muslimin punya
kepemimpinan umum dengan institusi bernama Daulah Khilafah Islamiyah.
Kekuatan inilah yang telah berhasil mewujudkan tatanan dunia baru yang
beradab. Ini sudah dibuktikan selama ratusan tahun kekhilafahan Islam
dalam memimpin dunia.
Saat ini memang Khilafah Islamiyah nggak diterapkan, tetapi insya Allah akan hadir kembali sebagaimana Sabda Nabi saw.:
“Akan berlangsung nubuwwah
(kenabian) di tengah-tengah kalian selama kurun waktu tertentu yang
Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya (berakhir) bila Dia menghendaki
untuk mengakhirinya. Kemudian berlangsung khilafah menurut manhaj kenabian
selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya
bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya Kemudian berlangsung para Mulkan ‘Aadhdhon
(para penguasa yang menggigit) selama kurun waktu tertentu yang Allah
kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk
mengakhirinya Kemudian berlangsungkepemimpinan Mulkan Jabbriyyan
(para penguasa yang memaksakan kehendak) selama kurun waktu tertentu
yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk
mengakhirinya Kemudian akan berelangsung kembali khilafah menurut manhaj kenabian. Kemudian beliau berhenti”.
(HR Ahmad, No: 17680)
Yuk, kita wujudkan kembali. Kita mulai dengan kesadaran, giat belajar
Islam, sebarkan pemahaman Islam dengan dakwah dan amalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Sekarang juga kita mulai membenahi diri sendiri
dan sekaligus orang lain. Insya Allah akan dimudahkan oleh Allah Swt.
Tetap semangat!
[dimuat di Buletin Remaja gaulislam, edisi 203/tahun ke-4, 12 September 2011]