Pernah dengar lagu Bang Rhoma Irama yang judulnya “Bujangan”? Kalo pengen tahu, begini nih sebagian lirik asiknya: “Katanya enak menjadi bujangan. Ke mana-mana tak ada yang larang. Hidup terasa ringan tanpa beban. Uang belanja tak jadi pikiran…”
Bang Rhoma benar. Hidup membujang memang terasa bebas. Nggak perlu mikirin ada yang bakal ngelarang kalo kita pergi tanpa pesan sekali pun (iya lah, mo bilang sama siapa, wong nggak ada yang ngiket). Jadi bujangan itu tanpa beban. Karena nggak ada tanggung jawab yang besar secara khusus dan rutin. Asli cuma fokus ngurus en nyenangin diri sendiri. Nggak bakalan ada yang cerewet kalo kita pulang malam (terutama yang ngekos sendiri). Pulang kuliah or pulang kerja bisa bebas jam berapa aja. Nggak perlu takut dapat pertanyaan ini dan itu dari orang rumah.
Waktu saya remaja dulu (ciee…, lagi KLBK–kenangan lama bangkit kembali–neh!). Rasanya memang enak hidup menyendiri itu. Apalagi di masa puber di mana pertumbuhan fisik dan kepribadian itu saya dibesarkan oleh lingkungan yang ada. Jauh dari orangtua, jauh dari kerabat. Tentu itu membuat saya harus belajar mandiri. Ada enaknya juga sih. Saya jadi belajar untuk mengurus segala keperluan sendiri. Bebas mengatur jadwal kegiatan. Sesuka saya. Tak perlu memikirkan omelan ortu kalo pulang malam. Nggak perlu was-was ditegur orang rumah kalo kebetulan lagi malas-malasan dan kegiatan utamanya cuma tiduran seharian. Bahkan saya nyaris tak pernah merasakan beban yang besar dan berat selama hidup sendiri itu.
Kalo kebetulan di sekolah ada kegiatan ekstrakuler saya bisa ikutan tanpa harus ijin dulu ke orang rumah. Bayangkan jika saya hidup serumah dengan orang lain yang terjalin ikatan batin atau kekerabatan, pasti saya setidak-tidaknya harus ijin kepada mereka. Mungkin jika ijin terlalu sulit, maka laporan pasti harus disampaikan. Jadi nggak pergi begitu aja tanpa pesan.
Jika masa-masa sekolah dan kuliah beban kehidupan kita tak terlalu banyak, maka setelah bekerja pasti kian bertambah. Maklum saja, waktu sekolah atau kuliah beban kita cuma sebatas belajar dan bagaimana mengelola keuangan hasil kiriman dari ortu. Ya, praktis beban hanya itu. Sisanya adalah berbagai hal yang membuat kita bisa bebas melakukan kegiatan apa pun.
Hidup menyendiri bisa jadi sepi dari gosip lho. Bayangkan dengan teman yang udah punya gebetan. Nggak hadir sekali saja dalam janji yang disepakati bisa muncul kecemburuan dan rasa curiga. Jangan-jangan dia kepincut yang lain. Belum lagi kalo gosip dari kanan-kiri yang terus bikin merah kuping. Hmm.. mendingan sendiri kan, terasa nikmatnya tanpa beban berat. Enjoy aja lagi.
Benar. Coba deh perhatiin temen yang udah punya pacar waktu sekolah, pasti ia harus ngatur jadwal lebih ketat. Ia nggak bisa nyantai kayak kita yang masih ngejomblo alias hidup menyendiri. Kita nggak punya beban, tapi teman yang udah punya gandengan pasti punya beban tambahan. Merasa terikat dengan status sebagai pacar. Itu sebabnya, biasanya mereka harus tampil menyenangkan di hadapan sang pacar. Tak boleh ada cacat cela karena pacaran itu konon kabarnya sebagai bentuk “jual-beli”. Jika cocok akan dibeli dan jika tidak sreg bisa ditinggalin. Maka, dalam rangka menjaring dan menebar perangkap, satu sama lain harus menampilkan kualitas diri yang sebaik mungkin.
Oya, teman-teman saya dulu ketika sama-sama bujangan biasa pulang sampai larut malam. Bebas. Meski jam kerja udah habis, tapi masih betah nongkrong di kantor. Sekadar untuk main gim, atau berselancar di dunia maya: mulai dari nyari data sampe chatting. Nggak mikirin belanja dapur, karena jangankan dapurnya, orang yang akan ngurus dapurnya aja nggak ada.
Buat yang putri juga sama kok. Istilah kata di tempat kos berantakan sekali pun nggak bakalan ada yang nyindir or ngomelin. Nggak dipusingkan juga dengan rengekan anak kecil dan keluhan suami. Mengenakan dandanan di dalam rumah yang biasa aja nggak bakal ada yang merhatiin atau semburan protes dari suami. Bebas sesukanya. Betul ndak?
Ya bisa jadi begitu. Tapi… jangan salah lho, ibarat dua sisi mata uang, selain asyik melajang alias menjadi bujangan ternyata ada puyengnya juga hidup ngejomblo itu. Segalanya dilakukan sendiri. Nggak ada pendamping hidup yang setia menemani kita berbagi suka dan duka. Ah, ngejomblo itu ternyata nggak selalu menyenangkan ya?
Betul. Arman Maulana aja pernah bersenandung getir bersama GIGI: “Semua itu mimpi. Ooo..oououoo. Semua itu bohong. Ooo..oououoo. Aku tetap saja. O .. tetap sendiri” begitu ungkapan hatinya dalam lagu Jomblo. Lebih murka lagi kayak kucing diinjek buntutnya kalo sampe digosipin “hidup menjomblo tanda tak laku!” Waduh!
Di lagu Bujangan hasil karya cipta Bang Rhoma lebih detil lagi menggambarkan ruginya hidup menjomblo, “Tapi susahnya menjadi bujangan. Kalau malam tidurnya sendirian. Hanya bantal guling sebagai teman. Mata melotot pikiran melayang. O, bujangan … bujangan. Bujangan … bujangan. Susahnya kalau jadi bujangan. Hidup tidak akan bisa tenang. Urusi segala macam sendirian.”
Kawan, boleh dibilang inilah untung-ruginya hidup membujang. Kamu bisa ukur sendiri seberapa besar untungnya, atau seberapa tekor ruginya. Tiap-tiap orang tentunya punya standar yang beda-beda. Maklum kok, wong merasakannya juga bisa beda-beda. Ada yang merasa jauh lebih untung dengan menyendiri, malah ada juga yang merasa punya beban saat hidup menyendiri. Itu semua bergantung pengalaman hidup dan juga cara mereka mengelola tantangan hidup. Ada yang menikmati, tapi nggak sedikit yang menderita. Itu bisa ditanyakan kepada masing-masing.
Namun, seperti pesan Bang Napi, “Kejahatan terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah.. waspadalah!” Kita sendiri nggak punya niat berbuat jahat. Tapi kondisi lingkungan dan kesempatan nyaris selalu ngomporin untuk berbuat nekat. Maklumlah hidup ngejomblo banyak sekali godaannya. Khususnya godaan yang berurusan dengan birahi.
Benar juga pesan Bang Rhoma yang cukup bagus di lagu Bujangan; “Hoooo.., boleh saja hidup membujang ‘Pabila hidup belum mapan. Asalkan jangan suka jajan. Hoooo.. tidak boleh hidup membujang kalau untuk bebas berkencan dengan gonta-ganti pasangan. Kalau semuanya sudah mungkin tentu lebih baik kawin. Karena bahayanya hidup sendirian, berat menahan godaan”
Sebenarnya jauh sebelum Bang Rhoma bikin lirik, Rasulullah saw. udah mewanti-wanti para pemuda untuk menikah melalui sabdanya, “Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu untuk menikah, maka segeralah menikah, karena nikah akan lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan.” (Muttafaqun alaihi)
Semoga tulisan singkat ini bisa memberikan pencerahan dan tentunya bisa menggerakkan niat temen-teman yang sudah mapan dalam segala hal untuk berpikir lebih serius dalam masalah ini. Lebih semangat dan tentunya bergairah dengan anugerah kehidupan lengkap dengan segala keindahan yang diberikan Allah Swt. Nggak salah kok kalo kita meraih segala kesenangan duniawi, asalkan itu didapat dengan jalan yang benar dan baik sesuai panduan syariat Islam. Hmm… bagaimana, apakah masih tetap ingin menjomblo?
Salam,
O. Solihin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar