dakwatuna.com – Logika merupakan senjata akal manusia yang paling dibanggakannya. Dengan logika, manusia bisa menjadi menghasilkan banyak hikmah, ilmu yang bermanfaat bagi manusia maupun menjadi sebuah kelemahan. Kelemahan? Ya, kelemahan. Kelemahan kaitannya dengan lemahnya iman. Bisa menjadikan iman hilang dari dadanya jika logika di atas iman mereka. Jika ada hal yang salah menurut logika dan akhirnya menyalahkan iman yang belum bisa dibuktikan. Na’udzubillah.
Logika itu terbatas. Tidak percaya? Aku buktikan. Dahulu sebelum pesawat terbang diciptakan, tidak ada yang percaya bahwa manusia bisa terbang. Bahkan Wreight Brothers dikatakan sebagai orang gila karena mereka bilang manusia bisa terbang. Dan pada saat itu tidak logis manusia bisa terbang. Namun, setelah mereka menciptakan pesawat terbang pertama, maka hal itu menjadi logis. Bagaimana? Logika terbatas kan? Dahulu Galileo Galilei menemukan bahwa Bumi itu bentuknya bulat. Namun, hal itu bertentangan logika orang-orang pada zaman itu yang berpendapat bumi itu bentuknya datar. Dan hal-hal yang demikian berlaku juga bahwa pada orang yang bisa ke bulan, serta penemuan-penemuan yang lain.
Lalu apa kesimpulanmu?
Logika itu terbatas, sebatas bisa dibuktikan terlebih dahulu, sebatas bisa digapai oleh panca indera. Ya kan?
Bisa berbahaya jika berkaitan dengan Iman. Karena Iman itu keyakinan tanpa perlu dibuktikan terlebih dahulu, walaupun jika bisa dibuktikan kebenarannya, itu lebih baik. Yang dimaksud penulis, Iman di sini adalah lebih ditekankan pada keimanan kebenaran Al Qur’an sebagai firman Allah SWT. Serta meyakini kebenaran segala isi yang tertulis di dalam Al Qur’an tanpa harus dibuktikan terlebih dahulu, atau dipikirkan untung ruginya jika dilakukan. Walaupun sudah beberapa ayat dalam Al Qur’an dibuktikan secara ilmiah dan masuk nalar logika manusia.
Logika bisa berbahaya jika Iman lemah. Contohnya, jika ada pertanyaan-pertanyaan pemutar logika dan penggoyah iman, seperti; seperti apa wujud Allah? Bisakah Allah menciptakan batu yang sangat besar hingga Dia sendiri tidak dapat mengangkatnya? Jika setan itu diciptakan dari api, kenapa nanti disiksa di neraka yang terbuat dari api juga? Dan lain-lain. Bagaimana jika pembaca dilontarkan pertanyaan seperti itu? Hati-hati jika iman tak kuat, bisa hilang karena logika mengalahkan iman.
Iblis dan Logikanya
Hati-hati dengan logika. Karena logika pula yang membuat Iblis diusir dari surga.
Ingat kisahnya Iblis yang diusir dari surga kan?
Dalam Al Qur’an surat Al A’raf ayat 11-18 yang artinya:
“Sesungguhnya kami telah menciptakan kamu (Adam) lalu kami bentuk tubuhmu, kemudian kami katakan kepada para malaikat; bersujudlah kamu kepada Adam; maka mereka pun bersujud kecuali iblis, dia tidak termasuk mereka yang sujud.”
Dalam ayat ini diceritakan Allah SWT menciptakan manusia (Adam) dan menyuruh malaikat serta iblis untuk bersujud kepada Adam. Semua malaikat langsung mematuhi-Nya tanpa banyak tanya, apa untung ruginya, apa manfaatnya. Karena mereka taat kepada Allah penciptanya, tentu saja mereka langsung melaksanakan tanpa tawar. Kecuali Iblis.
“Allah berfirman apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu? Iblis menjawab, saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan saya dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”
Iblis tidak mau sujud kepada Adam karena dia beralasan dia yang diciptakan dari api seharusnya lebih mulia daripada Adam yang diciptakan dari tanah liat yang kotor. Memang logis bukan? Tapi Iblis lupa yang menyuruhnya adalah Allah, dia sombong dan tidak taat. Seharusnya jika dia beriman, dia lakukan saja tanpa banyak alasan.
“Allah berfirman, turunlah kamu dari surga itu, karena kamu tidak sepatuhnya menyombongkan diri di dalamnya maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina.”
“Iblis menjawab, beri tangguhkan saya, sampai waktu mereka dibangkitkan,”
Di ayat ini, Iblis saja minta waktu sampai hari kiamat. Maksudku, Iblis saja percaya akan hari Kiamat, bagaimana manusia yang tidak percaya?
“Allah berfirman sesungguhnya kamu termasuk yang diberi penangguhan waktu”.
“(Iblis) menjawab, “karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus,”
“Kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”
Iblis yang sombong, merasa lebih baik daripada manusia (Adam) dan tidak patuh atas perintah Allah SWT, Iblis yang merasa iri terhadap manusia karena Allah SWT memuliakannya dengan memerintahkan malaikat termasuk iblis untuk sujud terhadapnya, menjadikan Iblis dengki terhadap manusia, tidak terima jika dia di neraka sendirian. Pastinya dia ingin rival yang didengkinya (manusia/anak cucu Adam, pen) ikut merasakan juga siksa api neraka bersamanya. Dan Iblis melakukannya hingga kiamat nanti, sekuat tenaganya, sebanyak-banyaknya manusia. Apakah kita termasuk manusia itu? Coba renungkan.
“(Allah) berfirman, “Keluarlah kamu dari (surga) dalam keadaan terhina dan terusir! Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka ada yang mengikutimu, pasti akan Aku isi neraka Jahanam dengan kamu semua.”
Saya tak habis pikir, Iblis saja yang beriman kepada Allah, maksud saya mengakui bahwa Allah adalah Tuhannya, serta pernah merasakan dan melihat surga bisa terusir dan dihukum di neraka jahanam nantinya, apalagi manusia yang tidak beriman? Logikanya, bagaimana kedudukannya di mata Allah nanti?
Mungkin itulah hikmahnya, manusia yang beriman, mempercayai bahwa Allah SWT sebagai Illahnya, sangat dimuliakan kedudukannya karena melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, tanpa sebelumnya pernah bertemu dengan Allah SWT, tanpa pernah sebelumnya melihat dan merasakan adanya surga di depan mata mereka. Apalagi sekarang ini, manusia yang beriman yang berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya dan mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah SAW sangat sukar dilakukan karena dianggap atau dituduh sebagai teroris (?)
Mungkin itulah hikmahnya, orang-orang kafir sangat hina kedudukannya padahal Iblis saja beriman (?) Apalagi orang kafir yang berusaha mengkafirkan mukmin? Apalagi orang munafik?
Padahal, pada saat Allah akan menciptakan Manusia untuk khalifah di bumi, para malaikat sempat khawatir akan hal itu.
Dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 30, Allah berfirman:
“Sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah (pemimpin) di muka bumi.”…
Semua malaikat hampir serentak menjawab mendengar kehendak Allah.
…”Ya Allah, mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di muka bumi, yang hanya akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di bumi, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau.”
Malaikat pun tahu manusia hanya bisa merusak bumi dan buktinya sudah kita ketahui, seperti perang, menguras sumber daya alam dan lain-lain. Dan malaikat pun membandingkan dengan diri mereka yang senantiasa taat pada Allah. Kenapa bukan malaikat saja yang menjadi khalifah di bumi? Toh, memang mereka makhluk yang sangat taat kepada Allah SWT? Dan Allah pun menjawab kekhawatiran para malaikat dan meyakinkan bahwa,
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Cukup beriman saja apa yang Allah perintahkan. Dan malaikat mematuhinya tanpa banyak tawar seperti Iblis. Untung saja.
Al Qur’an dan Bukti Logisnya
Penulis akhir-akhir ini, sering berdebat dengan orang-orang yang menggunakan logika dengan dikaitkan dengan Islam. Walaupun, orang-orang itu adalah muslim dan dalam hati penulis, terkesan orang-orang tersebut seperti meragukan Islam, mengacuhkan dan tidak melaksanakan segera segala syariat yang ada. Tapi wallahu’alam, penulis berusaha berprasangka baik. Mungkin itu cara mereka memperoleh ilmu (syariat). Iman hilang lantaran jalan logika, mungkin karena kurangnya ‘ilmu (syariat) yang mereka dapatkan. Dan ‘ilmu itu ada di mana? Tentu saja ada di firman yang kita imani, yaitu Al Qur’an. Serta hadits-hadits yang shahih tentunya. Al Qur’an dari 1000 tahun yang lalu hingga sekarang, sama isinya, tak ada perubahan, tak ada titik secuilpun dalam satu huruf berkurang atau bertambah. Tak ada revisi, tak ada versi baru atau versi lama. Jelas, logis sekali jika ini firman Allah, bukan karangan manusia. Terlebih manusia yang menyampaikan yaitu Rasulullah SAW itu adalah seorang buta huruf. Logikanya seorang yang buta huruf juga tidak bisa menulis. Logis, jika Al Qur’an bukan karangan Nabi Muhammad SAW dan merupakan firman dari Allah SWT.
Jika Al Qur’an itu memang Kitabullah, pastinya berlaku kebenarannya hingga kiamat nanti kan? Bukti-bukti zaman sekarang dan akan datang pasti ada di Al Qur’an yang sudah diturunkan sejak 1000 tahun yang lalu, seharusnya begitu. Bukan sebaliknya, kitab bisa di amandemen, karena kitab yang menyesuaikan zaman. Logis kan?
Baik, berikut penulis sebutkan beberapa bukti logis (ilmiah) yang bisa dinalar manusia tentang kebenaran Al Qur’an oleh orang-orang yang menemukannya. Orang-orang tersebut justru kebanyakan bukan dari muslim, dan mereka masuk Islam karenanya.
- Prof Dr Maurice Bucaille adalah adalah ahli bedah kenamaan Perancis. Dia menemukan sisa-sisa garam yang melekat pada tubuh sang mumi Fir’aun dan merupakan bukti terbesar bahwa dia telah mati karena tenggelam. “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS.Yunus:92)
- Mr Jacques Yves Costeau adalah seorang ahli Oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba Costeau menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya karena tidak bercampur atau tidak melebur dengan air laut yang asin di sekelilingnya.Sehingga seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya. Qur’an surat Ar-Rahman ayat 19-20 yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez. “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing”. Qur’an surat Al-Furqan ayat 5 “Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.”
- Dr Fidelma, ahli neurologi asal Amerika Serikat mendapat hidayah saat melakukan kajian terhadap saraf otak manusia. Ketika melakukan penelitian, ia menemukan beberapa urat saraf di dalam otak manusia yang tidak dimasuki darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan suplai darah yang cukup agar dapat berfungsi secara normal. Penasaran dengan penemuannya, ia mencoba mengkaji lebih serius. Setelah memakan waktu lama, penelitiannya pun tidak sia-sia. Akhirnya dia menemukan bahwa ternyata darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak manusia secara sempurna kecuali ketika seseorang tersebut melakukan sujud dalam shalat. Artinya, kalau manusia tidak menunaikan ibadah shalat, otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Rupanya memang urat saraf dalam otak tersebut hanya memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat otak dengan mengikuti waktu shalat.
- Sebuah majalah sains terkenal, Journal of Plant Molecular Biologies, mengungkapkan hasil penelitian yang dilakukan sebuah tim ilmuwan Amerika Serikat tentang suara halus yang tidak bisa didengar oleh telinga biasa (ulstrasonik), yang keluar dari tumbuhan. Suara tersebut berhasil disimpan dan direkam menggunakan alat perekam canggih. Dari alat perekam itu, getaran ultrasonik kemudian diubah menjadi gelombang elektrik optik yang dapat ditampilkan ke layar monitor. Dengan teknologi ini, getaran ultrasonik tersebut dapat dibaca dan dipahami, karena suara yang terekam menjadi terlihat pada layar monitor dalam bentuk rangkaian garis. Para ilmuwan ini lalu membawa hasil penemuan mereka ke hadapan tim peneliti Inggris di mana salah seorangnya adalah peneliti muslim.Yang mengejutkan, getaran halus ultrasonik yang tertransfer dari alat perekam menggambarkan garis-garis yang membentuk lafazh Allah dalam layar. Para ilmuwan Inggris ini lantas terkagum-kagum dengan apa yang mereka saksikan. Peneliti muslim ini lalu mengatakan jika temuan tersebut sesuai dengan keyakinan kaum muslimin sejak 1400 tahun yang lalu. Para ilmuwan AS dan tim peneliti Inggris yang mendengar ucapan itu lalu memintanya untuk menjelaskan lebih dalam maksud yang dikatakannya. Setelah menjelaskan tentang Islam dan ayat tersebut, sang peneliti muslim itu memberikan hadiah berupa mushaf Al-Quran dan terjemahannya kepada Profesor William, salah satu anggota tim peneliti Inggris. Selang beberapa hari setelah peristiwa itu, Profesor William berceramah di Universitas Carnegie Mellon. Ia mengatakan: “Dalam hidupku, aku belum pernah menemukan fenomena semacam ini selama 30 tahun menekuni pekerjaan ini, dan tidak ada seorang ilmuwan pun dari mereka yang melakukan pengkajian yang sanggup menafsirkan apa makna dari fenomena ini. Begitu pula tidak pernah ditemukan kejadian alam yang bisa menafsirinya. Akan tetapi, satu-satunya tafsir yang bisa kita temukan adalah dalam Al-Quran. Hal ini tidak memberikan pilihan lain buatku selain mengucapkan Syahadatain,” demikian ungkapan William.
“Bertasbih kepada-Nya langit yang tujuh, dan bumi (juga), dan segala yang ada di dalamnya. Dan tidak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun, lagi Maha Pengampun,” (QS Isra: 44).
Bagaimana menurut pembaca? Logis tidak? Tentu saja masih banyak penemuan-penemuan lainnya yang membuktikan kebenaran Al Qur’an yang sudah terpublish ataupun belum. Mungkin belum semua ayat yang ada di Al Qur’an sudah dibuktikan secara ilmiah. Namun ingat, Al Qur’an itu semenjak diturunkan hingga sekarang isinya tak berubah, dan tentu saja bukan karangan manusia. Sehingga jika ada satu ayat bisa dibuktikan kebenarannya tentu saja semua isinya tidak menutup kemungkinan bisa. Ya kan? Tentu kita tak perlu menjadi secerdas mereka atau mempunyai gelar professor dulu untuk meyakini bahwa Al Qur’an adalah firman Allah kan?
Pertanyaannya adalah…Jika kita sudah meyakini Al Qur’an itu benar firman Allah, maka sudah sejauh mana kita membacanya, mentadabburinya, dan mengamalkannya?
Wallahu’alam bisshawab.