Oleh Umar Abdullah
Pengiriman Pasukan Usamah
Sekembalinya dari ibadah haji Wada’ (haji perpisahan), perhatian Rasulullah saw tertuju ke bagian utara Jazirah Arab. Nabi pun memerintahkan supaya menyiapkan sebuah pasukan besar ke daerah Syam. Pasukan ini dipimpin oleh Usamah b. Zaid b. Haritsah. Usia Usamah waktu itu masih muda, belum melampaui dua puluh tahun.
Saat Usamah dan pasukannya berangkat ke Jurf (sebuah tempat yang tidak jauh dari Medinah) dan mengadakan persiapan hendak berangkat ke Palestina, tiba-tiba Rasulullah jatuh sakit, dan sakitnya makin keras juga, Akhirnya pasukan Usamah tidak jadi berangkat.
Sakitnya Rasulullah saw ini mengkhawatirkan sahabat-sahabat beliau, karena cara hidup beliau dan ajaran-ajarannya jauh dari gejala-gejala penyakit dan akibat-akibat yang akan timbul karenanya.
Nabi mulai sakit
Rasulullah mulai merasa sakit saat berada di tempat Aisyah. Rasulullah mengeluhkan kepalanya sakit. Setelah rasa sakitnya terasa agak berkurang, ia mengunjungi isteri-isterinya seperti biasa. Tetapi kemudian sakitnya terasa kambuh lagi, dan terasa lebih keras lagi. Ketika ia sedang berada di rumah Maimunah, istrinya, Rasulullah merasa perlu mendapat perawatan. Dipanggilnya isteri-isterinya ke rumah Maimunah. Dimintanya ijin kepada mereka, bahwa ia akan dirawat di rumah Aisyah. Isteri-isterinya pun mengijinkan
Dengan berikat kepala, Rasulullah keluar sambil bertopang dalam jalannya itu kepada Ali b. Abi Talib dan kepada ‘Abbas pamannya. Rasulullah sampai di rumah Aisyah dengan kaki yang sudah terasa lemah.
Demam
Hari-hari pertama Rasulullah jatuh sakit, demamnya sudah terasa makin keras. Sungguh pun begitu, saat demamnya menurun Rasulullah pergi berjalan ke mesjid untuk memimpin shalat. Hal ini dilakukannya selama berhari-hari. Tapi tidak lebih dari shalat saja. Rasulullah sudah tidak kuat duduk bercakap-cakap dengan sahabat-sahabatnya.
Pidato Rasulullah
Mendengar gunjingan tentang diangkatnya Usamah bin Zaid sebagai panglima perang, dengan berikat kepala Rasulullah pergi ke mesjid. Setelah duduk di atas mimbar, beliau mengucapkan puji dan syukur kepada Allah, kemudian mendoakan dan memintakan ampunan buat sahabat-sahabatnya yang telah gugur di Uhud. Kemudian Rasulullah bersabda: “Saudara-saudara. Laksanakanlah keberangkatan Usama itu. Demi hidupku. Kalau kamu telah banyak bicara tentang kepemirnpinnya, tentang kepemimpinan ayahnya dulu pun juga kamu banyak bicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan.”
Rasulullah diam sebentar. Sementara itu orang-orang juga diam, tiada yang bicara. Kemudian Rasulullah meneruskan berkata lagi: “Seorang hamba Allah oleh Tuhan telah disuruh memilih antara dunia dan akhirat dengan apa yang ada padaNya, maka ia memilih yang ada pada Tuhan.”
Rasulullah diam lagi, dan orang-orang juga diam tidak bergerak. Tetapi Abu Bakr segera mengerti, bahwa yang dimaksud oleh Nabi dengan kata-kata terakhir itu adalah dirinya. Dengan perasaannya yang sangat lembut dan besarnya persahabatannya dengan Nabi, ia tak dapat menahan air mata dan menangis sambil berkata: “Tidak. Bahkan tuan akan kami tebus dengan jiwa kami dan anak-anak kami.”
Kuatir rasa terharu Abu Bakr ini akan menular kepada yang lain, Rasulullah memberi isyarat kepadanya: “Sabarlah, Abu Bakr.”
Kemudian dimintanya supaya semua pintu yang menuju ke mesjid ditutup, kecuali pintu yang ke tempat Abu Bakr. Setelah semua pintu ditutup, katanya lagi: “Aku belum tahu ada orang yang lebih bermurah hati dalam bersahabat dengan aku seperti dia. Kalau ada dari hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan) maka Abu Bakrlah khalilku. Tetapi persahabatan dan persaudaraan ialah dalam iman, sampai tiba saatnya Tuhan mempertemukan kita.”
Ketika Rasulullah turun dari mimbar, sedianya akan kembali pulang ke rumah Aisyah, tapi ia lalu menoleh kepada orang banyak itu dan kemudian Rasulullah bersabda: “Saudara-saudara Muhajirin, jagalah kaum Anshar itu baik-baik; sebab selama orang bertambah banyak, orang-orang Anshar akan seperti itu juga keadaannya, tidak bertambah. Mereka itu orang-orang tempat aku menyimpan rahasiaku dan yang telah memberi perlindungan kepadaku. Hendaklah kamu berbuat baik atas kebaikan mereka itu dan maafkanlah kesalahan mereka.”
Menyuruh Abu Bakr memimpin Shalat
Keesokan harinya Rasulullah berusaha hendak bangun memimpin shalat, ternyata beliau sudah tidak kuat lagi. Ketika itulah Rasulullah bersabda: “Suruh Abu Bakr memimpin orang-orang shalat.”
“Tapi Abu Bakr orang yang lembut hati, suaranya lemah dan suka menangis kalau sedang membaca Qur’an,” kata Aisyah.
Aisyah pun mengulangi kata-katanya itu. Tetapi dengan suara lebih keras Rasulullah berkata lagi, dengan sakit yang masih dirasakannya: “Sebenarnya kamu ini seperti perempuan-perempuan Yusuf. Suruhlah dia memimpin orang-orang shalat!”
Kemudian Abu Bakr datang memimpin shalat seperti diperintahkan oleh Nabi.
Rahasia Fathimah
Fatimah puteri Rasulullah setiap hari datang menengok ayahnya. Rasulullah sangat mencintai puterinya itu, cinta seorang ayah kepada anak yang hanya tinggal satu-satunya. Jika Fathimah datang menemui Nabi, beliau menyambutnya dan menciumnya, lalu didudukkannya di tempat beliau duduk. Tetapi setelah sakitnya demikian payah, puterinya itu datang menemuinya dan mencium ayahnya.
“Selamat datang, puteriku,” kata Rasulullah. Lalu didudukkannya ia disampingnya. Ada kata-kata yang dibisikkannya ketika itu, Fatimah lalu menangis. Kemudian dibisikkannya kata-kata lain Fatimah pun jadi tertawa.
Bila hal itu oleh Aisyah ditanyakan, ia menjawab: “Sebenarnya saya tidak akan membuka rahasia Rasulullah s.a.w.”
Tetapi setelah Rasul wafat, ia mengatakan, bahwa ayahnya membisikkan kepadanya, bahwa ia akan meninggal oleh sakitnya sekali ini. Itu sebabnya Fatimah menangis. Kemudian dibisikkannya lagi, bahwa puterinya itulah dari keluarganya yang pertama kali akan menyusul. Itu sebabnya ia tertawa. (Subhanallah)
Begitu tingginya suhu demamnya, kadang beliau sampai tak sadarkan diri.
Tujuh dinar
Rasulullah memiliki harta tujuh dinar. Khawatir bila beliau meninggal harta masih di tangan, maka dimintanya supaya uangnya itu disedekahkan.
Demam Rasulullah saw Turun
Malam Senin 12 Rabiul Awwal 11 H panas demam Rasulullah mulai turun. Sampai-sampai Rasulullah di waktu subuh keluar rumah pergi ke mesjid dengan berikat kepala dan bertopang kepada Ali b. Abi Talib dan Fadzl bin’l-’Abbas.
Abu Bakr waktu itu sedang mengimami orang-orang shalat. Melihat Nabi datang, karena rasa gembira yang luar biasa, kaum Muslimin yang sedang salat itu, hampir-hampir terpengaruh dalam shalat mereka. Tetapi Nabi memberi isyarat supaya mereka meneruskan salatnya.
Abu Bakr surut dari tempat shalatnya untuk memberikan tempat kepada Rasulullah. Tetapi Rasulullah mendorongnya dari belakang seraya katanya Pimpin terus orang shalat. Rasulullah sendiri kemudian duduk di samping Abu Bakr dan shalat sambil duduk di sebelah kanannya
Melihat tanda-tanda kesehatan Nabi yang bertambah maju, bukan main gembiranya kaum Muslimin, sampai-sampai Usama b. Zaid datang menghadap kepadanya dan minta ijin akan membawa pasukan ke Syam. Abu Bakrpun datang pula menghadap dengan mengatakan: “Rasulullah! Saya lihat tuan sekarang dengan karunia dan nikmat Tuhan sudah sehat kembali. Hari ini adalah bagian Bintu Kharija. Bolehkah saya mengunjunginya?”
Nabi pun mengijinkan. Abu Bakr segera berangkat pergi ke Sunh di luar kota Medinah – tempat tinggal isteri mudanya. Umar dan Ali juga lalu pergi dengan urusannya masing-masing. Kaum Muslimin sudah mulai terpencar-pencar lagi. Mereka semua dalam suasana suka-cita dan gembira sekali.
Rasulullah pun kembali pulang ke rumah Aisyah.
Berpulang ke rahmatullah.
Sepulang dari masjid, hari Senin 12 Rabiul Awwal tahun 11 H di waktu Dhuha bertepatan dengan musim panas 8 Juni 632 M Rasulullah menghadapi sakaratul maut. Rasulullah pun menghadapkan diri kepada Allah sambil berdoa, “Allahumma ya Allah! Tolonglah aku dalam sakratulmaut ini.”
Saat itu kepala Nabi berada di pangkuan Aisyah. Aisyah merasakan Rasulullah s.a.w. sudah memberat di pangkuannya. Diperhatikan air muka beliau. Ternyata pandangannya menatap ke atas seraya berkata, “Ya Kawan Tertinggi dari surga.”
Rasulullah saw wafat pada usia 63 tahun lebih empat hari.
Kekalutan Terjadi
Berita kematian Rasulullah menggemparkan. Kaum Muslimin yang sedang berada dalam mesjid sangat terkejut, sebab ketika paginya mereka melihat Nabi sudah sembuh. Umar tidak percaya Rasul wafat. Abu Bakr tiba-tiba datang. Ia terus ke rumah Aisyah tanpa menoleh lagi ke kanan-kiri. Ketika ia masuk, dilihatnya Nabi di salah satu bagian dalam rumah itu sudah diselubungi dengan burd hibara. Ia menyingkapkan selubung itu dari wajah Nabi dan setelah menciumnya ia berkata: “Alangkah sedapnya di waktu engkau hidup, alangkah sedapnya pula di waktu engkau mati.”
Sesudah itu Abu Bakar keluar. Ternyata Umar masih bicara dan mau meyakinkan orang bahwa Rasulullah tidak meninggal. Orang banyak memberikan jalan kepada Abu Bakr.
“Sabar, sabarlah Umar!” katanya setelah ia berada di dekat Umar. “Dengarkan!”
Tetapi Umar tidak mau diam dan juga tidak mau mendengarkan. Ia terus bicara. Sekarang Abu Bakr menghampiri orang-orang itu seraya memberi isyarat, bahwa dia akan bicara dengan mereka. Cepat-cepat orang memenuhi seruannya itu dan Umar ditinggalkan.
Setelah mengucapkan puji syukur kepada Allah Abu Bakr berkata: “Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barangsiapa mau menyembah Tuhan, Tuhan hidup selalu tak pernah mati.”
Abu Bakr membacakan firman Allah:
“Muhammad hanyalah seorang rasul. Sebelum dia pun telah banyak rasul-rasul yang sudah lampau. Apabila dia mati atau terbunuh, apakah kamu akan berbalik ke belakang? Barangsiapa berbalik ke belakang, ia tidak akan merugikan Tuhan sedikit pun. Dan Tuhan akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (TQS. 3: 144)
Setelah didengarnya Abu Bakr membacakan ayat itu, Umar jatuh tersungkur ke tanah. Kedua kakinya sudah tak dapat menahan lagi, setelah ia yakin bahwa Rasulullah memang sudah wafat.
Pasukan Usama pun kembali ke Medinah
Sementara Abu Bakr dan Umar dalam keadaan demikian, tiba-tiba ada orang datang menyampaikan berita kepada mereka, bahwa Anshar telah menggabungkan diri kepada Sa’d b. ‘Ubada, dengan menambahkan bahwa: Kalau ada masalah yang perlu diselesaikan dengan mereka, segera susullah mereka, sebelum keadaan jadi berbahaya.
Abu Bakar dan Umar pun meneruskan perjalanan sampai di Saqifa (Serambi) Banu Sa’ida.
Setelah melalui perdebatan antara golongan Anshar dan golongan Muhajirin, akhirnya Abu Bakar diangkat sebagai Khalifatur Rasul (pengganti rasul) dalam urusan pemerintahan pada hari Senin itu juga. Satu hari kemudian, yakni hari Selasa 13 Rabiul Awwal 11 H, Abu Bakr dibai’at oleh kaum muslimin sebagai Kepala Negara.
Pengurusan Jenazah Rasulullah
Sementara itu jenazah Nabi masih tetap di tempatnya di atas ranjang kematian dikelilingi oleh kerabat-kerabat dan pihak keluarga.
Selesai memberikan baiat kepada Abu Bakr orang-orang bergegas hendak menyelenggarakan pemakaman Rasulullah. Abu Bakr tampil memberikan keputusan: “Saya dengar Rasulullah s.a.w. berkata Setiap ada nabi meninggal, ia dimakamkan di tempat dia meninggal.”
Selanjutnya yang bertindak memandikan Nabi ialah keluarganya yang dekat. Yang pertama Ali b. Abi Talib, lalu ‘Abbas bin ‘Abd’l-Muttalib serta kedua puteranya, Fadzl dan Qutham serta Usama bin Zaid. Usama bin Zaid dan Syuqran, pembantu Nabi, bertindak menuangkan air sedang Ali yang memandikannya berikut baju yang dipakainya. Mereka tidak mau melepaskan baju itu dari (badan) Nabi. Mereka mendapatkan Nabi begitu harum, sehingga Ali berkata: “Demi ibu bapaku! Alangkah harumnya engkau di waktu hidup dan di waktu mati.”
Selesai dimandikan dengan mengenakan baju yang dipakainya itu, Nabi dikafani dengan tiga lapis pakaian: dua Shuhari dan satu pakaian jenis burd hibara dengan sekali dilipatkan.
Selesai penyelenggaraan dengan cara demikian, jenazah dibiarkan di tempatnya. Pintu-pintu kemudian dibuka untuk memberikan kesempatan kepada kaum Muslimin, yang memasuki tempat itu dari jurusan mesjid, untuk melepaskan pandangan perpisahan dan memberikan doa selawat kepada Nabi.
Ruangan itu telah menjadi penuh kembali tatkala kemudian Abu Bakr dan Umar masuk melakukan shalat bersama-sama Muslimin yang lain. Selesai bagian laki-laki melakukan shalat, setelah mereka keluar, masuk pula kaum wanita, dan setelah mereka, kemudian masuk pula anak-anak.
Makam Rasulullah digali menurut cara Medinah.
Ketika hari sudah senja, keluarga Nabi sudah siap menguburkannya. Mereka menunggu sampai tengah malam. Kemudian sehelai syal berwarna merah yang biasa dipakai Nabi dihamparkannya di dalam kuburan itu. Lalu beliau diturunkan dan dikebumikan ke tempatnya yang terakhir, yakni rumah ummul mu`minin Aisyah ra, oleh mereka yang telah memandikannya. Di atas itu lalu dipasang bata mentah kemudian kuburan itu ditimbun dengan tanah.
Upacara pemakaman itu terjadi pada malam Rabu 14 Rabiul awal, yakni dua hari setelah Rasul berpulang ke rahmatullah pada hari Senin 12 Rabi’ul Awwal 11 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar