Sobat
muslim, makhluk Allah Ta’ala bernama cewek sering-kali diidentikkan dengan
peri-laku yang manis. Makhluk yang lembut, ngemong, care,
bisa ngatur keuangan, teliti, rapi, sabar, penuh perhitungan dan lain-lain dan
sebagainya. Tapi, ternyata kalau merhatiin fakta sekarang kayaknya makin jarang
aja tuh nemuin cewek yang kayak gitu.
Bener. Dilihat dari berita yang seliweran di
berbagai media, baik cetak maupun elektronik, bahkan dari yang saya lihat dan
dengar langsung makin sering didapetin kenyataan banyak cewek yang makin jauh
dari kontrol agamanya (baca: Islam). Dari sekadar yang “remeh” sampai yang
kelas berat kalau nggak mau dibilang sadis. Sekadar contoh aja nih ya,
cewek-cewek yang ngomongnya asal ngejeplak nggak pake mikir makin gampang
ditemuin. Lisannya nggak kekontrol. Seluruh isi kebun binatang sering banget
jadi kosa kata yang enteng-enteng aja diucapin. Duh…duh…
Fakta yang lainnya yang sempet bikin saya
kaget adalah makin seringnya saya jumpai cewek-cewek remaja yang merokok, di foodcourt atau bahkan di angkot. Saya pernah
pergi ke sebuah obyek wisata di Jakarta Selatan beberapa waktu lalu untuk
keperluan pembuatan film dokumenter, saya jumpai banyak remaja berseragam putih
abu-abu yang lagi asyik santai-santai di pinggir danau. Beberapa di antaranya
asyik ketawa-ketiwi sambil asyik ngerokok. Weleh! Weleh!
Cewek
ngerokok bukan persoalan pantes atau nggak pantes, cocok atau nnggak cocok.
Cowok ngerokok juga nggak banget! Apalagi cewek. Apa mereka nggak sadar ya?
Kebiasaan mereka merokok nggak cuma bakal bikin rusak organ tubuh mereka, tapi
juga sebenarnya dengan begitu mereka membunuh generasi penerus bahkan
sebelum mereka tumbuh! Bayangin aja kalo para calon ibu udah menye-saki rahim,
organ reproduksi, dan darahnya dengan racun dari asap rokok, gimana nanti para
janin bisa tumbuh dengan baik dan sehat? Yang dijaga baik-baik dengan sepenuh
hati dan jiwa aja kadang ada persoalan, apalagi kalau calon ibunya nggak
pedulian? Cepet tobat deh!
Fakta yang lebih menyeramkan lagi nih makin
menjamur remaja cewek yang gampang obral cinta menjual keperawanannya. Setelah
perut melendung baru deh panik, lalu perilaku sadis pun tega dilakukan demi
menjaga nama baik. Sang jabang bayi dibunuh atau dibuang. Nau’dzubillahi
min dzalik.
Cewek hitam vs cewek putih
Fakta
“hitam” para remaja cewek seperti contoh di atas emang bikin sumpek perasaan
dan pikiran. Bikin para orang tua dan guru jadi khawatir terus-terusan. Jaman
emang udah edan! Begitu kata banyak orang.
Tapi,
Alhamdulillah di tengah merebaknya fenomena ceweknya berkelakuan minus bahkan
super minus, masih ada para remaja muslimah yang tampil dengan segala nilai
plus mereka. Nilai minus versus nilai plus yang standarnya nggak cuma pantes
nggak pantes menurut ukuran manusia yang gampang berubah di lain waktu, lain
tempat, tapi yang valid pastinya menurut ukuran hukum syara, aturan Islam yang
berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah.
Makin
marak remaja muslimah yang pede memakai jilbab (baju longgar panjang, contoh:
gamis) dan kerudung. Tutur kata juga dijaga sebaik mungkin. Berbakti ke ortu.
Ngaji udah bagian aktivitas rutin yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Saling
nasihat, saling memberi semangat untuk bersegera melak-sanakan kebaikan
dan tegas mengingatkan yang melakukan kesalahan menjadi bagian hidup mereka.
Prestasi di sekolah juga lumayan, bahkan banyak yang juara. Itu semua bukan
cuma karena dorongan pengen eksis, sok pamer diri, pengen dipuji, tapi lebih
dari itu semuanya dilakukan semata karena dorongan keimanan, takut dosa, dan
rindu masuk Surga. Karena Surga kan juga untuk remaja bukan cuma untuk yang
tua-tua. Hahay!
“Hitam”nya cewek
Kelakuan
minus para remaja cewek hadir bukan tanpa sebab. Karena nggak ada manusia yang
lahir ke muka bumi dengan memikul dosa. Semua bayi itu suci. Berarti sebenarnya
semua manusia dipotensikan Alloh Sang Maha Pencipta sebagai makhluk mulia. Nah,
terus kenapa ya sekarang banyak cewek yang bertingkah minus?
Ada
faktor internal dan eksternal yang bisa jadi penyubur jumlah cewek berkelakuan
buruk. Apa aja?
Faktor
internal. Pertama, malas. Hari gini pemandangan masjid dan surau bisa ditebak
banyaknya diisi ibu-ibu sepuh, nini alias para nenek. Forum pengajian sepi dari
para remaja. Alasannya: malezzz. Lalu berkilah: “Belajar agama nggak usah
segitu-gitunya kali. Yang penting kan hidup itu nggak ngerugiin orang
lain” (backsound: berarti boleh ngerugiin diri-sendiri? Weleh! Enggak lah!).
Juga ada yang bilang bahwa: “Belajar agama nambah beban. Pelajaran lain aja
udah bikin badan cenat-cenut. Kakak mentornya kalau jelasin bikin ngantuk,
bikin bête,” dan lain-lain yang sebenarnya semua itu cuma untuk nutupin rasa
malas.
Kedua,
nggak pede memulai kebaikan. Iri juga sih sama temen-temen yang berjilbab dan
smart. Tapi, kalau ikutan mereka ngaji juga, entar dibilang sok alim lagi.
Mendingan mundur aja deh. Wah, setitik pencerahan yang sempat datang akhirnya
sirna cuma karena takut dibilang sok alim. Nggak pede untuk nerusin niat baik
jadi tindakan. Malah tetep betah satu arah sama temen-temennya yang kelakuannya
buruk. Tingkah minus nggak juga kehapus.
Ketiga,
nggak tahu ajaran Islam. Ada lho yang kelakuannya nggak muslimah banget, bukan
lantaran dia emang maunya kayak gitu. Tapi, yang dia tahu ya … cewek gaul,
cewek masa kini emang kudu kayak gitu. Nah, untuk para cewek model gini butuh
ada orang yang segera menunjuki. Sekali lagi mereka bukan nggak mau jadi cewek
sholihah, tapi karena mereka nggak tahu cewek yang baik itu seperti apa dan
gimana caranya.
Itu
faktor internal. Terus faktor eksternal-nya apa aja ya? Nih, dia! Pertama,
keluarga. Nggak bisa dipungkiri lingkungan di luar diri manusia terdekat dan
yang paling pertama adalah keluarga, terutama ibunya. Gimana cara ortu
membesarkan dan mendidik anak-anaknya pasti sangat berpengaruh terhadap
perkem-bangan kepribadian si anak. Contoh konkrit nih. Saya punya teman yang
nggak bisa lepas dari kata-kata kasar setiap berucap. Cerita punya cerita
setelah saya punya kesempatan ngobrol sama dia, ternyata bapaknya dulu juga
sering sekali berkata kasar kepada anak-anaknya dan orang lain di depan anak-anaknya.
Waduh!
Kedua,
lingkungan rumah dan pergaulan. Faktor yang ini juga nggak kalah penting dalam
pembentukan kepribadian seorang anak manusia. Banyak kejadian seorang remaja
dari keluarga baik-baik, ayah-ibunya orang-orang yang shalih ternyata bisa juga
terjerumus perilaku yang dilarang agama; narkoba, free sex, dsb.
Astaghfirullah! Ngeri banget tuh! Padahal remaja juga manusia yang juga mahkluk
sosial, yang butuh bergaul dengan dunia luar. Pastinya nggak sesuai dengan
fitrah kalau ortu ngurung anak di rumah, keluar cuma untuk sekolah. Tapi, kalau
anak dibiarkan keluar rumah mengundang banyak potensi “racun” pemikiran yang
bikin anak jadi liar dan kelakuan buruk jadi kebiasaan. Huuuffft! Jadi ortu
jaman sekarang emang kudu jadi pengawas super ketat, super ekstra supaya nggak
kecolongan.
Ketiga,
sistem kapitalisme. Akidah sekularisme dari sistem Kapitalisme ini sudah
tertanam kuat di pikiran dan perasaan tiap insan termasuk kaum muslim bahwa
agama (Islam) nggak boleh ikut campur masalah hidup manusia. Masalah sekolah
alias pendidikan, cari uang, pergaulan, berpolitik, untuk ngedapetin hak
kesehatan, keamanan, itu semua nggak boleh bawa-bawa agama. Agama cuma cocok
untuk di mesjid, surau, majelis ta’lim. Agama cuma bisa dipake’ pas sholat,
puasa, zakat, dan haji, hubungan anak ke ortu, murid ke guru. Selebihnya
silakan manusia mikir gimana baiknya menurut versinya sendiri-sendiri. Kacau
banget tuh!
Jadi cewek ‘Putih’ yuk!
Kita
pastinya nggak mau hidup ini selamanya didominasi hal-hal minus, yang
buruk-buruk. Kita kudu mengubahnya dengan lebih dulu mengubah diri kita agar
jadi sosok yang lebih baik, jadi sosok cewek yang sholihah.
Jalan
menuju kebaikan udah fitrahnya bakal nggak gampang dilalui. Apalagi di tengah
bombardir opini negatif tentang Islam sebagai ideologi dan aturan kehidupan
sekarang ini. Islam seringkali dikambinghitamkan dan kaum muslimin dipojokkan.
Di saat yang sama perilaku liberal diiklankan sebagai satu hal yang wajar.
Bikin banyak cewek yang mulai sadar malah jadi nggak nyaman meneruskan
perjalanan menuju kebaikan hakiki, kesholihan sejati.
Tapi,
Sis…never give up! Ketika setitik kesadaran sudah mulai didapatkan segera cari
teman yang bisa menguatkan untuk bisa konsisten belajar Islam. Jangan betah di
lingkungan pergaulan yang lama. Bukan kita nggak setia kawan, tapi kita sebagai
orang yang lebih dulu nyadar, kudu segera nyelametin diri supaya bisa
nyelametin yang lain juga. Nggak tenggelam sama-sama.
Jangan
sampai kesadaran yang mulai muncul dibiarkan, lalu layu sebelum berkem-bang.
Bahaya! Kesempatan bisa jadi nggak datang dua kali. Dan, yang namanya ajal
bukan wewenang kita untuk miliki selamanya. Ada Alloh yang Maha Pemilik Alam
dan Manusia. Jadi mumpung nafas masih bisa kita hembuskan selama itu semangat
memperbaiki diri harus kita miliki. Ayo sadar dan giat belajar Islam!
Hal
lain yang nggak boleh kita lupa, Sis. Sebagai cewek, kitalah penentu pertama
dan utama hitam-putihnya generasi selanjutnya. Ya iya dong. Sebagai cewek kan
kita ditakdirkan Alloh untuk bisa hamil, melahirkan, lalu menyusui alias kita
tuh calon ibu. Kebayang deh kalau calon ibunya minim pengetahuan agama, gimana
bisa membekali anak-anaknya dengan agama? Kebayang juga kalo para calon ibu
tingkahnya begajulan, gimana bisa menjadi contoh bagi anak-anaknya nanti berlaku
santun dan sopan? Nggak deh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar