Banyak
Arkeologi bingung, mengapa Sphinx di Mesir menghadap ke
arah barat daya (Southwest).
Padahal
sudah kita pahami bersama, berdasarkan penelitian catatan-catatan mengenai Mesir
kuno, melalui gambar-gambar yang terdapat pada piramid dan sphinx,
diketahui bahwa penguasa yang membangun benda-benda itu, mendewakan
Matahari.
Oleh
karenanya, apabila kita imaginasikan wajah Sphinx menghadap ke arah ufuk
timur, tempat terbitnya matahari, secara mengejutkan diperoleh fakta
bahwa Mekkah ternyata berada di wilayah kutub utara.
Apa makna
semua ini ?
Seorang
cendikiawan muslim, ustadz Nazwar Syamsu menduga, pergeseran posisi
menghadap pada Sphinx erat kaitannya dengan bencana maha dahsyat ribuan
tahun yang silam, yang kita kenal sebagai bencana banjir Nuh (Sumber : Yuwie.Com).
Hal ini juga
didukung oleh informasi Al Qur’an, yang menceritakan posisi Bakkah (Mekkah),
berada di wilayah Utara (QS. Nuh (71) ayat 14), sebelum peristiwa bencana
Nuh (Sumber : Sains dan Dakwah).
Sphinx, adalah patung singa bermuka
manusia yang juga merupakan obyek penting dalam penelitian ilmuwan,
tingginya 20 meter, panjang keseluruhan 73 meter, dianggap didirikan oleh
kerajaan Firaun ke-4 yaitu Khafre.
Namun, melalui
bekas yang dimakan karat (erosi) pada permukaan badan Sphinx,
ilmuwan memperkirakan bahwa masa pembuatannya mungkin lebih awal, paling tidak 10
ribu tahun silam sebelum Masehi.
Seorang
sarjana John Washeth juga berpendapat: Bahwa Piramida raksasa dan
tetangga dekatnya yaitu Sphinx, jika dibandingkan dengan bangunan
masa kerajaan ke-4 lainnya, sama sekali berbeda, Sphinx
diperkirakan dibangun di masa yang lebih purba.
Dalam
bukunya “Ular Angkasa“, John Washeth mengemukakan: perkembangan
budaya Mesir mungkin bukan berasal dari daerah aliran sungai Nil,
melainkan berasal dari budaya yang lebih awal.
Ahli ilmu
pasti Swalle Rubich dalam “Ilmu Pengetahuan Kudus” menunjukkan:
pada tahun 11.000 SM, Mesir pasti telah mempunyai sebuah budaya
yang hebat. Pada saat itu Sphinx telah ada, hal ini bisa terlihat,
pada bagian badan Sphinx yang jelas sekali ada bekas erosi. Diperkirakan
akibat dari banjir dahsyat di tahun 11.000 SM.
Perkiraan
erosi lainnya pada Sphinx adalah air hujan dan angin.
Washeth mengesampingkan dari kemungkinan air
hujan, sebab selama 9.000 tahun di masa lalu dataran tinggi Jazirah,
air hujan selalu tidak mencukupi, dan harus melacak kembali hingga tahun 10.000
SM baru ada cuaca buruk yang demikian.
Washeth juga mengesampingkan kemungkinan
tererosi oleh angin, karena bangunan batu kapur lainnya pada masa
kerajaan ke-4 malah tidak mengalami erosi yang sama. Dan bisa terlihat,
pada tulisan berbentuk gajah dan prasasti peninggalan kerajaan
kuno, dimana tidak ada sepotong batu pun yang mengalami erosi, separah
Sphinx.
Profesor
Universitas Boston, dan ahli
dari segi batuan erosi Robert S. juga setuju dengan pandangan Washeth
sekaligus menujukkan: Bahwa erosi yang dialami Sphinx, ada beberapa bagian
yang kedalamannya mencapai 2 meter lebih, dan jelas sekali merupakan
bekas setelah mengalami tiupan dan terpaan angin yang hebat selama
ribuan tahun.
Washeth dan Robert S. juga
menunjukkan: Teknologi bangsa Mesir kuno tidak mungkin dapat
mengukir skala yang sedemikian besar di atas sebuah batu raksasa, produk seni
yang tekniknya rumit.
Jika diamati
secara keseluruhan, kita bisa menyimpulkan secara logis, bahwa pada masa
purbakala, di atas tanah Mesir, pernah ada sebuah budaya yang
sangat maju, namun karena adanya pergeseran lempengan bumi, daratan batu
tenggelam di lautan, dan budaya yang sangat purba pada waktu itu akhirnya
disingkirkan, meninggalkan piramida dan Sphinx dengan
menggunakan teknologi bangunan yang sempurna.
Dalam jangka
waktu yang panjang di dasar lautan, piramida raksasa dan Sphinx
mengalami rendaman air dan pengikisan dalam waktu yang panjang.
Temuan ahli
arkeologi, berkenaan dengan Sphinx nampaknya sejalan dengan temuan
Geologi, yang memperkirakan pada sekitar masa 11.000 SM, pernah
terjadi banjir global yang melanda bumi.
Peristiwa banjir
global inilah, yang menurut Ustadz H.M. Nur Abdurrahman, sebagai banjir
di era Nabi Nuh. Yang sangat luar biasa, dan memusnahkan seluruh peradaban
ketika itu, dan yang tersisa adalah mereka yang meyakini Syariat Allah,
melalui utusanNya Nabi Nuh As.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar