Oleh Umar Abdullah*
Perayaan Tahun baru adalah suatu
budayamerayakan berakhirnya masa satu
tahun dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya. Bangsa-bangsa atau umat yang mempunyai
kalender tahunan biasanya mempunyai perayaan tahun baru.
Tapi apakah semua umat merayakan tahun barunya? Nah, untuk menjawab pertanyaan itu, kami berusaha menelusuri kembali sejarah perayaan tahun baru berbagai bangsa dan umat di dunia serta hukum merayakannya bagi kaum muslimin.
Perayaan Tahun Baru Umat Yahudi
Agama dan Umat
Yahudi merayakan Tahun Baru mereka tidak pada hari ke-1 bulan ke-1
Kalender Ibrani (bulan Nisan), tetapi pada hari ke-1 bulan ke-7
Kalendar Ibrani (bulan
Tishrei). Umat Yahudi menyebut Perayaan Tahun Baru mereka dengan nama
Rosh Hashanah, yang berarti “Kepala Tahun”.
Rosh
Hashanah ini digunakan umat Yahudi untuk memperingati
penciptaan dunia seperti yang ditulis dalam kitab mereka. Mereka merayakannya dengan
cara berdoa di
sinagog, mendengar bunyi
shofar (tanduk). Menyediakan makanan pesta berupa roti
challah yang bundar dan apel yang dicelupkan ke dalam madu, juga kepala
ikan dan buah
delima.
Buah-buahan baru disajikan pada malam kedua. Pada Perayaan Tahun Baru ini mereka beristirahat dari aktivitas kerja.
Jika memakai
kalender Gregorian (Kalender Masehi), Tahun Baru Yahudi ini dirayakan pada bulan September. Misalnya tahun 2008 M
Rosh Hashanah jatuh pada 29 September 2008. Tanggal itu ekivalen dengan tanggal 1 Tishrei 5769 AM (
Anno Mundi).
Anno Mundi adalah bahasa latin yang artinya “dalam hitungan tahun dunia”, disingkat
A.M. karena orang Yahudi menganggap kalender mereka dimulai dari tanggal kelahiran
Adam. Menurut perhitungan Kalender Ibrani, tanggal 1 bulan Tishrei tahun ke-1 AM adalah ekivalen dengan hari Senin, tanggal 7 Oktober tahun
3761 BCE dalam Kalender Julian (Kalender Romawi Kuno).
Ketika Panglima
Pompey dari Kekaisaran Romawi Kuno menguasai Yerusalem pada tahun 63 SM, orang-orang Yahudi mulai mengikuti Kalender Tradisional Romawi (Kalender Bangsa Romawi yang menjajahnya). Dan setelah berdiri negara Israel pada tahun 1948 M, mulai tahun 1950an M Kalender Ibrani menurun penggunaannya dalam kehidupan bangsa Yahudi sekuler. Mereka lebih menyukai Kalender
Gregorian untuk kehidupan pribadi dan kehidupan publik mereka. Dan sejak tahun 1980an, bangsa Yahudi sekuler justru mengadopsi kebiasaan Perayaan Tahun Baru Gregorian (Tahun Baru Masehi) yang biasanya dikenal dengan sebutan ”Sylvester Night” dengan berpesta pada malam 31 Desember hingga 1 Januari.
PERAYAAN TAHUN BARU BANGSA Cina
Bangsa Cina merayakan tahun baru mereka pada malam bulan baru pada
musim dingin(antara akhir
Januari hingga awal
Februari) atau jika memakai kalender Gregorian tahun baru ini terletak antara 21
Januari hingga 20
Februari. Mereka menyebutnya dengan nama Imlek.
Perayaan ini dimulai di hari ke-1 bulan pertama (zh?ng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan
Cap Go Meh di tanggal ke-15 (pada saat bulan purnama). Malam Tahun Baru Imlek dikenal sebagai Chúx? yang berarti “malam pergantian tahun”.
Di Tiongkok,
adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Cina sangat beragam. Namun secara umum berisi perjamuan makan malam pada malam Tahun Baru, serta penyulutan
kembang api. Lampion merah digantung selama perayaan Tahun Baru Imlek sebagai makna keberuntungan. Selama perayaan tahun baru orang-orang memberi selamat satu sama lain dengan kalimat: “G?ngx? f?cái” yang artinya “selamat dan semoga banyak rejeki”.
Tahun Baru Imlek dirayakan oleh orang Tionghoa di Daratan Tiongkok, Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, Jepang (sebelum 1873), Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan tempat-tempat lain.
PERAYAAN TAHUN BARU BANGSA Persia
Orang Persia menamakan perayaan tahun baru mereka dengan nama
Norouz. Norouz adalah perayaan (hari pertama)
musim semi dan awal
Kalender Persia. Orang Persia punya Kalender Persia yang didasarkan dari
musim dan pergerakan matahari. Kata ”norouz” berasal dari
bahasa Avesta yang berarti “hari baru”. Oleh bangsa Persia, hari ini dirayakan pada tanggal
21 Maret jika memakai Kalender Gregorian..
Sejak Kekaisaran Dinasti
Arsacid/
Parthian, yang memerintah Iran pada 248 SM-224 M, Norouz dijadikan hari libur. Mereka merayakannya dengan mempersembahkan hadiah telur sebagai lambang produktivitas.
Perayaan ini dilakukan oleh orang-orang yang terpengaruh Zoroastirianisme yang tersebar di
Iran,
Iraq,
Afganistan,
Kazakhstan,
Kyrgyzstan,
Uzbekistan,
Kurdistan,
Pakistan,
Kashmir, beberapa tempat di India,
Syria,
Kurdi, Turki,
Armenia,
Caucasus,
Crimea,
Georgia,
Azerbaijan,
Macedonia,
Bosnia,
Kosovo, dan
Albania.
PERAYAAN TAHUN BARU BANGSA Romawi KUNO
Sejak Abad ke-7 SM bangsa romawi kuno telah memiliki kalender tradisional. Namun kalender ini sangat kacau dan mengalami beberapa kali revisi. Sistem kalendar ini dibuat berdasarkan pengamatan terhadap munculnya bulan dan matahari, dan menempatkan bulan Martius (Maret) sebagai awal tahunnya.
Pada tahun 45 SM Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional ini dengan Kalender Julian . Urutan bulan menjadi: 1) Januarius, 2) Februarius, 3) Martius, 4) Aprilis, 5) Maius, 6) Iunius, 7) Quintilis, 8) Sextilis, 9) September, 10) October, 11) November, 12) December. Di tahun 44
SM, Julius Caesar mengubah nama bulan “Quintilis” dengan namanya, yaitu “Julius” (
Juli). Sementara pengganti
Julius Caesar, yaitu
Kaisar Augustus, mengganti nama bulan “Sextilis” dengan nama bulan “
Agustus”. Sehingga setelah Junius, masuk Julius, kemudian Agustus. Kalender Julian ini kemudian digunakan secara resmi di seluruh
Eropa hingga tahun 1582 M ketika muncul
Kalender Gregorian.
Januarius (Januari) dipilih sebagai bulan pertama, karena dua alasan. Pertama, diambil dari nama dewa Romawi “Janus” yaitu dewa bermuka dua ini, satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang. Dewa Janus adalah dewa penjaga gerbang Olympus. Sehingga diartikan sebagai gerbang menuju tahun yang baru. Kedua, karena 1 Januari jatuh pada puncak musim dingin. Di saat itu biasanya pemilihan consul diadakan, karena semua aktivitas umumnya libur dan semua Senat dapat berkumpul untuk memilih Konsul. Di bulan Februari konsul yang terpilih dapat diberkati dalam upacara menyambut musim semi yang artinya menyambut hal yang baru. Sejak saat itu Tahun Baru orang Romawi tidak lagi dirayakan pada 1 Maret, tapi pada 1 Januari. Tahun Baru 1 Januari pertama kali dirayakan pada tanggal
1 Januari 45
SM.
Orang Romawi merayakan Tahun Baru dengan cara saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Dewa Janus. Mereka juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar.
PERAYAAN TAHUN BARU UMAT Kristen
Sejak
Konstantinus yang Agung menduduki tahta Kaisar Romawi tahun
312 M, Kristen menjadi agama yang legal di Kekaisaran Romawi Kuno. Bahkan tanggal
27 Februari 380 M Kaisar
Theodosius mengeluarkan sebuah maklumat,
De Fide Catolica, di Tesalonika, yang dipublikasikan di Konstantinopel, yang menyatakan bahwa Kristen sebagai
agama negara Kekaisaran Romawi Kuno. Di Abad-abab Pertengahan (
middle ages), abad ke-5 hingga abad ke-15 M, Kristen memegang peranan dominan di Kekaisaran Romawi hingga ke negara-negara Eropa lainnya.
Berdasarkan keputusan Konsili Tours tahun 567 umat Kristen ikut merayakan Tahun Baru dan mereka mengadakan puasa khusus serta ekaristi. Kebanyakan negara-negara Eropa menggunakan tanggal 25 Maret, yakni hari raya umat Kristen yang disebut Hari Kenaikan Tuhan, sebagai awal tahun yang baru.
Umat Kristen menggunakan Kalender yang dinamakan Kalender Masehi. Mereka menggunakan penghitungan tahun dan bulan
Kalender Julian, namun menetapkan tahun kelahiran
Yesus atau
Isa sebagai tahun permulaan (tahun
1 Masehi), walaupun sejarah menempatkan kelahiran Yesus pada waktu antara tahun 6 dan 4 SM.
Setelah meninggalkan Abad-abad Pertengahan, pada tahun 1582 M Kalender Julian diganti dengan Kalender Gregorian. Dinamakan Gregorian karena Dekrit rekomendasinya dikeluarkan oleh Paus Gregorius XIII. Dekrit ini disahkan pada tanggal 24 Februari 1582 M. Isinya antara lain tentang koreksi daur tahun kabisat dan pengurangan 10 hari dari kalender Julian. Sehingga setelah tanggal 4 Oktober 1582 Kalender Julian, esoknya adalah tanggal 15 Oktober 1582 Kalender Gregorian. Tanggal 5 hingga 14 Oktober 1582 tidak pernah ada dalam sejarah Kalender Gregorian. Sejak saat itu, titik balik surya bisa kembali ditandai dengan tanggal 21 Maret tiap tahun, dan tabel bulan purnama yang baru disahkan untuk menentukan perayaan Paskah di seluruh dunia.
Pada mulanya
kaum protestant tidak menyetujui reformasi Gregorian ini. Baru pada abad berikutnya kalender itu diikuti. Dalam tubuh Katolik sendiri, kalangan gereja ortodox juga bersikeras untuk tetap mengikuti Kalender Julian sehingga perayaan
Natal dan
Tahun Barumereka berbeda dengan gereja Katolik Roma.
Pada tahun 1582 M Paus Gregorius XIII juga mengubah Perayaan Tahun Baru Umat Kristen dari tanggal 25 Maret menjadi 1 Januari. Hingga kini, Umat Kristen di seluruh dunia merayakan Tahun Baru mereka pada tanggal 1 Januari.
PERAYAAN TAHUN BARU UMAT Islam
Tidak seperti bangsa dan umat terdahulu, Islam tidak merayakan tahun baru. Rasulullah Muhammad saw bahkan melarang meniru (tasyabbuh) budaya bangsa dan umat sebelum datangnya Islam seperti Umat Yahudi, Bangsa Romawi, Bangsa Persia, dan Umat Nasrani yang merayakan Tahun Baru mereka. Rasulullah saw bersabda:
Man tasyabbaHa bi qaumin faHuwa minHum.
Artinya: Siapa saja yang menyerupai suatu kaum/ bangsa maka dia termasuk salah seorang dari mereka. (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Dan khusus tentang hari raya, Rasulullah saw membatasi hari raya umat Islam hanya pada Idul Adhha dan Idul Fithri, lain itu tidak. Rasulullah saw bersabda:
Kullu ummatin iidan. Wa haadzihi iidunaa: iidul adhhaa dan iidul fithri
Artinya: Setiap ummat punya hari raya. Dan inilah hari raya kita: Idul Adhha dan Idul Fithri.
Ketika Rasulullah saw masih hidup (570 – 632 M), Umat Islam menggunakan sistem penanggalan Arab pra-Islam. Sistem kalender ini berbasis campuran antara
bulan (
qomariyah) dan
matahari (
syamsiyah).
Setelah Khilafah Islam berhasil menaklukkan Kekaisaran Persia untuk selamanya dan membebaskan Wilayah Syam dari Kekaisaran Romawi Timur, pada tahun 17 H atau ekivalen dengan 638 M, di masa pemerintahan Amirul Mu`minin ‘Umar bin Khaththab diresmikanlah penggunaan Kalender Hijriyah. Dinamakan Kalender Hijriyah karena ‘Umar menetapkan awal patokan penanggalan Islam ini adalah tahun hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah pada tahun
622 M. Hijrahnya Rasulullah saw tersebut adalah pertolongan Allah yang membuat perubahan besar pada perkembangan Islam. Sejak hijrah ke Madinah mulailah terbentuk Negara Islam dan Umat Islam.
Kalender Hijriyah dihitung dengan pergerakan bulan. Penentuan awal bulan (
new moon) ditandai dengan munculnya penampakan Bulan Sabit pertama kali (
hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau
ijtima’). Setahun terdiri dari 12
bulan:
Muharram,
Safar,
Rabiul awal,
Rabiul akhir,
Jumadil awal,
Jumadil akhir,
Rajab,
Sya’ban,
Ramadhan,
Syawal,
Dzulkaidah, dan
Dzulhijjah. Satu minggu terdiri dari 7 hari:
al-Ahad, al-Itsnayn, ats-Tsalaatsa’ ,
al-Arba’aa / ar-Raabi’,
al-Kamsatun, al-Jumu’ah (Jumat), dan
as-Sabat. Ketika melakukan perjalanan ke Syam, Amirul Mu’minin Umar bin Khaththab sempat membandingkan kalendar Hijriyah dengan kalendar-kalendar Persia dan Romawi. Umar berkesimpulan bahwa kalendar Hijriyah lebih baik.
Walaupun Kalender Hijriyah telah dipakai resmi di masa pemerintahan Amirul Mu`minin Umar bin Khaththab, namun para sahabat di masa itu tidak berpikir untuk merayakan 1 Muharram (awal tahun Hijriyah) sebagai Perayaan Tahun Baru Islam. Mereka berkonsentrasi penuh untuk mengokohkan penegakkan syariat Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia. Mereka tidak pernah berpikir untuk mengadakan perayaan yang tidak disyariatkan oleh Islam dan tidak dilakukan oleh Rasululah saw. Yang demikian itu terus berlanjut pada masa kekhilafahan Bani Umayyah dan sebagian besar masa Kekhilafahan Bani Abbasiyah. Bahkan hingga masa negara Buwaihiyah, negara syi’ah yang memisahkan diri dari daulah Islamiyah Abbasiyah, negara syi’ah ini pun tidak pernah berpikir untuk menambah-nambah perayaan yang tidak diteladankan Rasulullah saw.
Karena memuliakan Islam bukan dengan cara membuat perayaan tahun baru hijriyah, tetapi dengan mengikuti sunnah nabi, berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, dan menjadikannya dasar hukum dan petunjuk untuk menjalani kehidupan.
Sayangnya, pada abad ke-4 H kaum Syiah kelompok al-‘Ubadiyyun dari sekte Ismailiyah yang lebih dikenal dengan kaum Fathimiyun membuat hari raya tahun baru hijriyah. Kelompok ini mendirikan negara di Mesir yang terpisah dari Khilafah Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Mereka ingin meniru apa yang ada pada umat Nasrani yang merayakan tahun baru mereka. Maka benarlah sabda Rasulullah saw
‘An Abiy Sa’iid al-Khudriyyi, ‘anin nabiy saw qaala:
Latatba’unna sunana man kaana qablakum syibran bi syibrin wa dzira’an bidzira’in hattaa lau dakhaluu juhra dhabbin tabi’tumuuHum
Qulnaa: Yaa rasuulallaahi al-Yahuudu wan Nashaaraa
Qaala: faman.
Artinya:
Dari Abu Sa’id al-Khudri ra, dari Nabi saw beliau bersabda, “Sesungguhnya kamu akan mengikuti perjalanan orang-orang yang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta; bahkan kalau mereka masuk lobang biawak, niscaya kamu mengikuti mereka.”
Kami berkata, “Ya Rasulullah! Orang Yahudi dan Nasrani?”
Jawab Nabi, ”Siapa lagi?” (HR. Bukhari)
Dalam hadits yang lain:
’An abiy Hurairata radhiyallaaHu ’anHu ’anin nabiy saw qaala:
Laa taquumus saa’atu hattaa ta`khudza ummatii bi`akhdzil quruuni qablaHaa syibran bisyibrin wa dziraa’an bidziraa’in
Faqiila: Yaa rasuulallaaHi kafaarisa warruum
Faqaala: wa maninaasu illaa ulaaaa`ika
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw beliau bersabda:
”Belum akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta.”
Ada orang bertanya, ”Ya Rasulullah! Mengikuti orang Persia dan Romawi?”
Jawab beliau: ”Siapa lagi orangnya selain ini?” (HR. Bukhari)
Sejak saat itu
Tahun baru Hijriyah dalam
kalender Hijriyah dirayakan setiap tanggal
1 Muharam. Termasuk umat Islam di Indonesia yang mengklaim dirinya sebagai Sunni, juga ikut-ikutan merayakan Tahun Baru Hijriyah yang direkayasa oleh kaum Syiah Ismailiyah yang telah murtad itu. Adapun pemerintah yang berkuasa di Indonesia lebih parah lagi, ikut merayakan Tahun Baru Masehi tanggal
1 Januari karena mengadopsi
kalender Gregorian. Dan ternyata tidak hanya perayaan tahun baru yang ditiru dari bangsa dan umat selain Islam, tetapi juga dalam keyakinan, perilaku, budaya, sistem hukum dan pemerintahannya pun meniru bangsa dan umat selain Islam.
PERAYAAN TAHUN BARU KAUM SEKULER
Mengikuti budaya Romawi dan Kristen, di Era Sekuler Negara-negara Barat merayakan Tahun Baru tanggal 1 Januari. Tahun 1752 Inggris dan koloni-koloninya di Amerika Serikat ikut menggunakan sistem penanggalan kalender Gregorian.
Di Inggris, Untuk merayakan Tahun Baru para suami memberi uang kepada para istri mereka untuk membeli bros sederhana (pin). Banyak orang-orang koloni di New England, Amerika, yang merayakan tahun baru dengan menembakkan senapan ke udara dan teriak, sementara yang lain mengikuti perayaan di gereja atau pesta terbuka.
Di Amerika serikat, Tahun Baru dijadikan sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Amerika. Perayaan dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember. Orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di jantung kota New York, dimana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan, orang-orang meneriakkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne. Esok harinya, tanggal 1 Januari, orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau nonton televisi yang berisi Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba-lomba futbol Amerika dilangsungkan di berbagai kota di Amerika.
Ya Allah semoga penyampaian sejarah ini bisa membuka mata dan hati kami semua. Amin.