Berpegang pada pendapat dan temuan para peneliti di ataslah, penulis The Hiram Key meyakini para Templar telah menemukan sesuatu yang telah mengubah pandangan mereka terhadap dunia dan kehidupan. Ada pula yang secara kritis memandang bahwa kedatangan para Templar ke Yerusalem tentulah ada yang membawanya. Para Templar itu, asalnya adalah penganut Kristen dan datang dari Dunia Kristen, namun setelah di Yerusalem dan menemukan sesuatu, mereka kemudian dengan cepat mengalami perubahan fundamental dan diketahui mulai mempraktekkan ritual-ritual yang tak ada hubungannya sama sekali dengan kekristenan, upacara sihir, dan berbagai bid’ah lainnya. Sesuatu itu diyakini sebagai Kabbalah.
Menurut Encarta Encyclopedia (2005), istilah Kabbalah berasal dari bahasa Ibrani yang memiliki pengertian luas sebagai ilmu kebatinan Yahudi atau Judaism dalam bentuk dan rupa yang amat beragam dan hanya dimengerti oleh sedikit orang. Pada abad ke-13 petilasan Kabbalah ditemukan di Spanyol dan Provence (Perancis). Sedang secara harfiah, Kabbalah memiliki arti sebagai ‘tradisi lisan’. Kabbalah ini mempelajari arti tersembunyi dari Taurat dan naskah-naskah kuno Judaisme. Walau demikian, diyakini bahwa Kabbalah sesungguhnya memiliki akar yang lebih panjang dan merujuk pada ilmu-ilmu sihir kuno di zaman Fir’aun yang biasa dikerjakan dan menjadi alat kekuasaan para pendeta tinggi di sekitar Fir’aun.
Kabbalah yang juga secara harfiah memiliki arti sebagai ‘Tradisi lisan’ ini di dalamnya sarat dengan berbagai filsafat esoteris dan ritual penyembahan serta pemujaan berhala, bahkan penyembahan iblis, yang telah ada jauh sebelum Taurat dan telah menyebar luas bersama Judaisme, yang seluruhnya berurat dan berakar pada praktek-praktek kebatinan serta penyembahan dewa-dewi yang sudah ada pada zaman Mesir Kuno. Hal tersebut diutarakan oleh pakar sejarah Yahudi Fabre d’Olivet. “Kabbalah merupakan suatu tradisi yang dipelajari oleh sebagian pemimpin Bani Israil di Mesir Kuno, dan diteruskan sebagai tradisi dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi,” demikian d’Olivet. Banyak kalangan percaya, Kabbalah adalah induk dari segala induk ilmu sihir yang ada di dunia hingga hari ini.
Dianutnya Kabbalah oleh orang-orang Yahudi mengundang tanda tanya besar pada diri seorang Harun Yahya. “Ini sungguh aneh. Jika kita memandang Yahudi sebagai sebuah agama Monoteistik, yang diawali dengan turunnya Taurat kepada Nabi Musa a.s. Tapi kenyataannya, di dalam agama ini ada sebentuk sistem yang disebut Kabbalah, yang mengadopsi praktik-praktik dasar sihir yang sebenarnya dilarang dan bertentangan dengan Taurat. Hal ini memperkuat apa yang telah disebutkan sebelumnya, dan menunjukkan bahwa Kabbalah sebenarnya merupakan elemen yang menyusup ke dalam agama Yahudi dari luar.”
Pelacakan terhadap Kabbalah, intisari pijakan ideologis Biara Sion yang kemudian ditularkan ke Ordo Ksatria Templar, lalu diturunkan kepada Freemason, dan sebagainya yang kemudian mengejawantah dalam bentuk konspirasi kelompok Neo-Con di Amerika, Judeo-Christian atau Zionis-Kristen yang berasal dari The Holy Scofield Bible, dan termasuk di alam bawah sadar para pemimpin Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa—Oikumene negeri-negeri Kristen Eropa dan sebagainya, membawa kita pergi jauh ke masa silam, saat Fir’aun masih disembah sebagai Tuhan, saat Nabi Musa a.s. berjuang mendakwahkan ketauhidan pada bangsa Israil yang keras kepala di Mesir kuno.
Sihir Dan Militer
Salah satu peradaban tertua dunia yang hingga kini masih bisa kita saksikan sisa-sisa peninggalannya dengan baik, bahkan walau sudah banyak yang ditemukan, namun rahasia dan misteri yang tersimpan di dalamnya masih saja belum terhampar dengan jelas, adalah sisa peradaban Mesir Kuno di bawah kekuasaan para Fir’aun. Mesir kuno merupakan sebuah sejarah purba yang sarat dengan misteri dan tradisi paganisme, okultisme, di mana ilmu-ilmu sihir dipraktikkan dengan bebas bahkan menjadi salah satu tiang penyangga kekuasaan Fir’aun, selain tentu saja para tentaranya.
Ada begitu banyak catatan para peneliti yang mengupas asal-muasal dan legenda tentang zaman Mesir Kuno ini. Kitab-kita suci dari berbagai agama juga memaparkan secara panjang lebar keberadaan Fir’aun dan kerajaannya. Al-Qur’an memuat secara detil tentang hal ini melalui kisah pertemuan Nabi Musa a.s. dengan Fir’aun.
Bahkan di dalam ayat-ayat Al-Qur’an itu, demikian Harun Yahya, kita akan bisa dengan jelas melihat adanya dua titik fokus kekuatan yang ada di Mesir yang menjadi dua tonggak penyangga rezim penguasa yakni sosok Fir’aun dan para pembesar istana yang sering menjadi penasehatnya. Para pembesar istana ini berkumpul di satu dewan yang sering memberi nasehat atau pandangan kepada Fir’aun. Mereka tertdiri dari Dewan Militer dan Dewan Penyihir Tertinggi. Fir’aun pun sering berkonsultasi dan meminta pandangan-pandangan mereka. Bahkan tidak jarang, nasehat dan masukkan dari para penasehatnya—terutama dewan penyihir tertingginya—mengalahkan pendapat pribadinya sendiri. Fir’aun sangat menghormati Dewan Penyihir Tertingginya ini.
Dalam Al-Qur’an dikisahkan tentang pertemuan antara Nabi Musa a.s. dengan Fir’aun: “Dan Musa berkata: “Hai Fir’aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Tuhan semesta alam, wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil (pergi) bersama aku”.
Mendengar permintaan Musa yang begitu berani, Fir’aun menjawab, “Jika benar kamu membawa sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang benar.” Maka Musa lalu menjatuhkan tongkatnya. Seketika itu juga, tongkat kayu yang dipegang Musa berubah menjadi ular yang besar. Musa kemudian mengeluarkan tangannya dari balik jubahnya dan terlihatlah tangan itu menjadi putih berkilauan dan terlihat oleh orang-orang di sekitarnya.
Menyaksikan hal ini para pemuka kaum Fir’aun dengan sinis berkata kepada Fir’aun, “Sesungguhnya Musa ini adalah ahli sihir yang pandai yang bermaksud hendak mengeluarkan kamu dari negerimu.” Mendengar hal tersebut, Fir’aun lalu bertanya,”Maka apakah yang kamu anjurkan?.”
Para penasehat Fir’aun itu menjawab, “Beri tangguhlah dia dan saudaranya, serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa kepadamu semua ahli sihir yang pandai.” Ini semua bisa disimak di dalam Al-Qur’an surat Al A’raaf ayat 104-112. Fir’aun lalu menerima masukan dari para penasehatnya tersebut.
Dalam kisah ini jelas terlihat peran penting para penasehat Fir’aun. Para penasehat itu sering berkumpul di sisi Fir’aun dan disebut sebagai Dewan Penasehat. Mereka inilah yang berperan besar dalam menasihati Fir’aun, yang menghasutnya untuk terus melawan melawan Musa, dan merekomendasikan kepadanya metode-metode tertentu dalam menghadapi Nabi Musa a.s. Jika diamati dengan seksama, maka kita akan mendapati bahwa rezim Fir’aun itu ditopang oleh dua kekuatan besar yang solid berada di belakangnya yaitu para tentaranya dan para pendetanya.
Yang pertama, tentara, agaknya tidak perlu dibahas lebih panjang karena peranannya sudah amat jelas dan terang. Sedang yang kedua, peranannya sangat penting namun terkesan diabaikan dan tidak dianggap penting. Padahal, dasar pijakan ideologis Fir’aun dan ‘agamanya’ berasal dari golongan ini. Para pendeta Mesir Kuno merupakan golongan yang disebutkan di dalam Al Quran sebagai ahli-ahli sihir. Mereka merepresentasikan sekte yang mendukung rezim dan memiliki kekuatan khusus serta menguasai pengetahuan rahasia. Dengan otoritas ini mereka mempengaruhi rakyat Mesir, dan mengukuhkan posisi mereka di dalam pemerintahan Fir’aun.
Golongan ini oleh sejarah disebut sebagai “Para Pendeta Amon” dan memusatkan perhatiannya untuk mempraktikkan ilmu sihir dan memimpin sekte pagan mereka. Cabang ilmu yang dipelajari para Pendeta Amon ini meliputi beragam ilmu pengetahuan seperti astronomi, matematika, dan geometri, namun kesemuanya itu ditujukan untuk menggali ilmu-ilmu sihir mereka. Mereka sangat tertutup, mengadakan ritual-ritual sihir dengan sesama mereka, membanggakan diri dan kelompoknya bahwa merekalah yang terhebat dan memiliki pengetahuan khusus tentang sihir, dan menyebut kelompoknya sebagai ordo.
Seiring perjalanan waktu dan perkembangan pemikiran manusia, ilmu pengetahuan pun mengalami kemajuan. Bersamaan itu, jumlah rahasia pun meningkat di dalam pengetahuan pada sistem esoterik. Dalam perkembangannya, ritual-ritual yang bermula dari Mesir ini kemudian menyebar ke wilayah lain dan kemudian diketahui muncul di Cina dan Tibet, kemudian India, Mesopotamia, dan daerah lainnya. Mesir tetap menjadi basis kegiatan ritual esoterik hingga pada abad-abad modern.
Lantas bagaimana sesungguhnya hubungan antara filsafat esoterik para pendeta Mesir Kuno dan Biarawan Sion dan segala derivatnya? Untuk menemukan jawabannya, demikian Harun Yahya, kita harus mencermati berbagai kepercayaan para pendeta Mesir Kuno yang berhubungan dengan asal usul alam semesta dan kehidupan. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
EraMuslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar