Eramuslim.com
– Paus berikutnya, Benedictus XI juga menolak dan tidak lama kemudian
juga meninggal tiba-tiba. Menurut kabar yang santer terdengar, Paus
Benedictus XI itu meninggal karena diracun oleh orang suruhan Le Bel.
Kemudian pada pencalonan Paus berikutnya, Phillipe le Bel bersikap
pro-aktif dan mencalonkan seorang Uskup dari Bordeaux. Dengan segenap
upayanya, Uskup dari Bordeaux itu akhirnya terpilih menjabat Paus yang
baru dengan nama Paus Clement V. Karena merasa berutang budi inilah,
akhirnya Clemens V memenuhi tuntutan Phillipe untuk menumpas kaum
Templar.
Paus yang baru ini juga memindahkan takhta kepausan ke Avignon.
Mereka berdua dengan seluruh pasukannya kemudian menumpas habis Templar.
Bahkan Paus Clement V mengeluarkan keputusan kepausan dengan nama Vox in Excelso
(suara dari langit) yang melarang keberadaan Templar dengan tuduhan
telah menyebarkan paham sesat dan menyimpang dari Gereja. Saat itu, hal
ini merupakan sebuah tuduhan sangat serius yang berimplikasi satu:
kematian, lewat siksaan yang teramat pedih.
Dalam interogasi, para Templar sembari disiksa dipaksa mengakui bahwa
ordonya melakukan hal-hal yang bertentangan dengan Gereja dan
mengajarkan bid’ah. Namun kabarnya Gereja tidak mendapatkan bukti yang
kuat sehingga pada akhirnya hanya tiga tokoh Templar yang dituduh sesat
langsung oleh Komisi Kepausan yaitu Jacques de Molay dan dua bawahan
langsungnya. Mereka diharuskan menolak ajaran sesat mereka secara
terbuka di muka umum.
De Molay menyatakan bahwa Ordo dan dirinya bersama kedua rekannya
sama sekali tidak bersalah. Walau demikian mereka dibakar pada kayu
salib di tahun 1314. Komisi Kepausan dikabarkan juga menemukan bahwa
Ordo itu secara keseluruhan tidak sesat, meski ada bukti-bukti
terisolasi tentang penyebaran ajaran sesat. Malah Komisi ini mendukung
dipertahankannya ordo tersebut. Namun Paus Clement V, karena menghadapi
opini umum yang kian menentang Ordo itu, akhirnya mengalah dan menekan
Ordo tersebut.
Operasi penumpasan terhadap para Templar dilakukan dengan sangat
cepat. Sehari sebelum Jum’at, 13 Oktober 1307, seluruh ksatria Phillipe
yang mendapat bantuan dari Paus telah menyebar di lokasi-lokasi tempat
Templar berkumpul. Seluruh persenjataan telah disiapkan. Masing-masing
regu telah mengantongi sepucuk surat rahasia, bersegel, yang hanya boleh
dibuka pada hari Jum’at dini hari, 13 Oktober 1307. Saat fajar
menyingsing, selutruh pasukan raja dan Paus bergerak cepat. Ini mirip
dengan operasi Blitzkrieg ala Gestapo Hitler. Seluruh Templar
diserang dan ditangkap. Kuil dan barang-barang mereka disita.
Penangkapan terhadap Templar ini diikuti dengan penyiksaan brutal yang
berakhir pada kematian.
Pada tahun 1312, secara resmi Paus Clement V mengeluarkan maklumat
gereja yang memutuskan pembubaran Ordo Ksatria Templar. Pengejaran dan
penangkapan terus dilakukan. Pada tahun 1314, Grand Master Ksatria
Templar, Jacques de Molay berhasil ditangkap bersama Geoffroy de Charney
yang menjadi pembimbingnya. Keduanya di tahan bersama anggota Templar
lainnya di penjara bawah tanah di benteng Chinon.
Tidak lama kemudian, pada Maret 1314, Jacques de Molay segera dibakar
hidup-hidup di tiang salib di depan umum hingga mati. Eksekusi ini
dilakukan di Ille de la Cité, yang terketak di belakang Gereja Notre
Dame, Paris. Saat api berkobar membakar tiang salib dan menyentuh kulit
De Molay, dengan suara keras De Molay meneriakkan kutukannya kepada
Phillipe le Bel dan Paus Clement V:
“Setahun setelah kematianku, kalian berdua, Phillipe le Bel dan Paus Clement, akan segera menyusulku menghadap Tuhan!.”
Entah karena sihir atau kebetulan belaka, sebulan setelah kematian De
Molay, Paus Clement V menemui ajal akibat disentri yang parah. Sedang
Phillipe le Bel mati tujuh bulan setelah De Molay tanpa pernah diketahui
apa penyebabnya. Yang patut diingat, para Templar merupakan orang-orang
yang sangat piawai dalam meracik racun.
Kesimpangsiuran opini para peneliti Barat tentang motivasi Phillipe
le Bel dan Clement V menghabisi para Templar, juga proses hukuman
terhadap ordo ini, menarik minat Harun Yahya yang meneliti
informasi-informasi yang ada. Dalam karyanya yang berjudul “Ancaman
Global Freemasonry”, Harun Yahya menulis, “Segolongan ahli sejarah
cenderung melukiskan sidang pengadilan para Templar sebagai hasil
konspirasi dari Raja Prancis, dan menggambarkan para ksatria itu tak
bersalah atas segala dakwaan. Tetapi, cara interpretasi ini keliru dalam
beberapa segi. Nesta H. Webster, ahli sejarah Inggris terkenal dengan
begitu banyak mengetahui sejarah okultisme, menganalisis berbagai aspek
ini dalam bukunya, ‘Secret Societies And Subversive Movements’.
Menurut Webster, kecenderungan untuk melepaskan para Templar dari
bid’ah yang mereka akui dalam masa pengadilan tidak tepat. Pertama,
selama interogasi, walau secara umum terjadi, tidak semua Templar
disiksa.”
Lagipula, tanya Harun Yahya, apakah pengakuan mereka tampak seperti
hasil imajinasi murni orang-orang yang disiksa? Tentunya sukar dipercaya
bahwa cerita tentang upacara pembaiatan — yang disampaikan dengan rinci
oleh orang-orang di berbagai negara, dituturkan dalam kalimat yang
berbeda, namun semuanya saling menyerupai — merupakan karangan
semata-mata. Jika para korban dipaksa untuk mengarang-ngarang, cerita
mereka tentu akan saling bertentangan; segala macam ritus liar dan
fantastis diteriakkan dengan penuh kesakitan untuk memenuhi tuntutan
interogator mereka. Tetapi sebaliknya, masing-masing tampak seperti
mendeskripsikan upacara yang sama, baik lengkap maupun tidak, dengan
sentuhan personal si pembicara, dan pada dasarnya semua cerita tersebut
cocok.
Bagaimanapun
juga, sidang pengadilan para Templar berakhir dengan tumpasnya ordo
tersebut. Tetapi, walaupun sudah dibubarkan “secara resmi”, ia tidak
benar-benar musnah. Selama penangkapan tiba-tiba pada tahun 1307,
beberapa Templar lolos, dan berhasil menutupi jejak mereka. Mereka
melarikan diri keluar dari Perancis atau bersembunyi di wilayah yang
dianggap aman.
Para Templar yang melarikan diri keluar dari Perancis memilih
bersembunyi di Skotlandia. Skotlandia pada saat itu merupakan
satu-satunya kerajaan di Eropa yang tidak mengakui kekuasaan Gereja
Katolik. Raja Skotlandia, King Robert The Bruce, dengan tangan terbuka
menyambut mereka dan menyembunyikannya ke dalam organisasi-organisasi
buruh atau serikat pekerja terpenting di Kepulauan Inggris abad
pertengahan ini dan menyusupkan mereka ke dalam pemondokan-pemondokan
para tukang batu yang disebut Mason. Inilah cikal bakal berubahnya nama
Ksatria Templar menjadi Mason, yang lebih popular disebut Freemasonry.
Selain Skotlandia, beberapa negara Eropa lainnya juga menjadi tujuan
pelarian para Templar itu. Para Templar yang melarikan diri ke Portugal
bersembunyi di wilayah itu dan mengubah nama ordo mereka menjadi Knights of Christ Order
(Ordo Ksatria Kristus). Di kemudian hari, pelarian Templar yang berada
di Portugal ini, dan juga Spanyol, mengganti kuda-kuda mereka dengan
kapal-kapal layar besar yang dilengkapi dengan meriam. Penjelajah
Portugis, Vasco da Gama, merupakan anggota dari Ordo Ksatria Kristus
ini.
Mereka yang lari ke Malta, sebuah pulau kecil di ujung selatan
Italia, sempat menutup diri dan mengubah semua bentuk keksatriaan
mereka. Beberapa tahun kemudian, pelarian Templar ini dikenal sebagai Knights of Rhodes atau yang lebih dikenal dengan sebutan Knights of Malta.
Ksatria Malta ini sekarang dikenal sebagai ordo dalam kekristenan yang
banyak mendirikan rumah-rumah sakit di berbagai negara dan wilayah di
seluruh dunia. Mereka memiliki Grand Masternya sendiri yang masih ada
hingga sekarang.
Di Inggris, King Edward II tidak begitu percaya bahwa Ordo Templar
bersalah seperti yang telah dituduhkan Gereja. Bahkan King Edward II
sampai berdebat sengit dengan Paus mengenai hal itu. Ia kemudian menolak
mentah-mentah ketika Paus memerintahkan dirinya untuk melakukan
pengejaran dan pembasmian para Templar.
Di Jerman, sebuah peristiwa dramatis terjadi. Grand Master Ordo
Templar Jerman, Hudo von Gumbach, tiba-tiba masuk ke ruang sidang
konsili yang diselenggarakan oleh Uskup Agung Metz. Hugo von Gumbach
mengenakan pakaian tempur dan bersenjata lengkap. Ia dikawan 20 Ksatria
Tempar terpilih yang juga mengenakan baju perang dan bersenjata lengkap.
Di depan peserta konsili, Hugo dengan lantang berteriak bahwa Paus
adalah setan yang harus ditumbangkan dan Ordo Templar sama sekali tidak
mempunyai salah atau pun dosa. Kepada semua peserta konsili, Hugo bahkan
menantang bahwa mereka siap berkelahi sampai titik darah penghabisan
untuk membela keyakinannya. Kesunyian begitu mencekam. Dalam kesunyian
itu, Uskup agung Metz kemudian berjanji akan mengeluarkan keputusan yang
baik bagi Templar keesokan harinya. Hugo dan pasukannya pun keluar
ruangan. Keesokan harinya, para ksatria Templar Jerman dinyatakan tidak
bersalah.
Di Aragon dan Castile, para Uskup menggelar sidang bohong-bohongan
yang kemudian juga mengeluarkan pernyataan bahwa para Templar tidak
bersalah. Walau demikian, untuk juga menghargai para Uskup local, maka
para Templar pun bertindak kooperatif dengan berpura-pura menanggalkan
keyakinan mereka, masuk Kristen, atau pun melakukan perjalanan untuk
hidup di tempat yang baru. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
EraMuslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar