eramuslim.com
– Shalahuddin jelas marah besar mengetahui pihak Kristen merobek-robek
perjanjian damai tersebut. Ia segera menyiagakan dan memimpin sendiri
200.000 pasukannya berangkat dari Damaskus melintasi gurun untuk
menyerang Kuil Kerak tempat Reynald de Cathillon tinggal.
Di Yerusalem, King Baldwin IV marah besar mendengar ulah Reynald dan
Ridefort dengan pasukan Templarnya. Ia langsung mengadakan pertemuan
besar di istananya. Di depan para Ksatria Templar yang berhadap-hadapan
dengan Ksatria Hospitaler, dengan menahan kegeraman, dari balik topeng
peraknya yang menyembunyikan wajahnya yang terus digerogoti lepra, King
Baldwin IV menyatakan bahwa Shalahuddin beserta ribuan pasukannya dengan
formasi siap tempur tengah bergerak menuju Kuil Kerak untuk menuntut
balas atas kejadian yang dianggapnya sama sekali tidak bisa dibenarkan.
Para Ksatria Hospitaller yang memang tidak menyukai Ksatria Templar
karena kesombongan ordo militer itu menyatakan Raja Yerusalem harus
menyerahkan Reynald de Cathilon kepada Shalahudin untuk
mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Namun Guy de Lusignan yang
menjadi juru bicara Ksatria Templar menolak dan bahkan dengan sengit
mengatakan pihaknya sama sekali tidak takut dengan ancaman Shalahuddin
dan siap berperang kapan pun jika diperlukan.
Setelah berpikir sebentar, King Baldwin IV yang tengah sakit akhirnya
menyatakan akan menemui Shalahuddin dan pasukannya sebelum mereka
sampai di gerbang Kerak. Tiberias, sang penasehat Raja dari Ordo Ksatria
Hospitaller (Ordo Saint John) mengatakan kepada Raja bahwa kesehatannya
akan semakin memburuk jika Raja bersikeras memimpin sendiri. Setengah
berbisik, King Baldwin IV berkata pada Tiberias, “Saya akan mengusahakan
tidak terjadinya perang. Saya akan mencegat Shalahuddin sebelum ia tiba
di Kerak.”
Akhirnya dengan ribuan pasukan yang membawa relik kayu Salib Suci,
King Baldwin memimpin pasukan mencegat Shalahuddin. Tidak jauh dari
gerbang Kuil Kerak, kedua pasukan itu bertemu dalam formasi saling
berhadapan. Keadaan menjadi tegang. Panji-panji kedua belah pihak
berkibaran di angkasa. Menampar-nampar udara diterpa angin gurun yang
keras.
Kedua pasukan menghentikan gerak majunya. Mereka hanya dibatasi
lautan pasir tidak lebih dari setengah kilometer. Diam tak bergerak.
Dalam kesenyapan, Shalahuddin maju mengendarai kuda ke tengah dan
diikuti oleh King Baldwin IV yang tidak bisa memacu kudanya karena
tengah sakit. Mereka bertemu di tengah, diapit dua pasukan besar yang
telah siap menghunus pedang dan tombak. Regu pemanah pun telah bersiaga
di belakang pasukan pendobrak.
Setelah mengucapkan salam dan permintaan maaf, King Baldwin IV segera
menyatakan kepada Shalahuddin bahwa pihaknya sama sekali tidak ingin
merobek-robek perjanjian damai yang telah disepakati bersama, apalagi
mengobarkan peperangan. Baldwin juga mengatakan kepada Shalahuddin bahwa
Reynald de Cathillon akan segera menerima hukuman yang adil atas
perbuatannya itu.
Sebagai
panglima yang penuh harga diri, Shalahuddin akhirnya menerima
permintaan maaf tersebut dan meminta jaminan kepada King Baldwin IV
bahwa Reynald akan benar-benar dijatuhi hukuman yang setimpal. King
Baldwin mengangguk lemah. Setelah mengucapkan salam, kedua pemimpin
tersebut kembali ke pasukannya masing-masing. Perang besar hari itu bisa
dihindarkan.
Shalahuddin dan pasukannya kembali ke Damaskus. Sedangkan Raja
Yerusalem memasuki Kuil Kerak yang segera disambut dengan muka teramat
manis dari Reynald de Cathillon. Dihadapan Ksatria Templar yang ada di
Kuil Kerak, juga disaksikan Gerard de Ridefort, Raja Yerusalem mengadili
Reynald dan akhirnya membawanya untuk dipenjara di Yerusalem. Guy tidak
bisa berbuat apa-apa atas kejadian ini.
Setibanya di Istana, King Baldwin IV bahkan hendak menangkap iparnya
sendiri, Guy de Lusignan, dan menceraikannya dengan Sybilla. Menurut
rencana yang disusun bersama Tiberias, setelah lepas dari Guy, maka
Sybilla akan dinikahkan dengan Bylian of Ibelin, anak dari dari Godfrey
of Ibelin. Namun dengan alasannya sendiri, Bylian menolak secara halus
sehingga Guy tidak jadi ditangkap.
Bulan berbilang bulan, kesehatan King Baldwin IV semakin memburuk.
Pada tahun 1186 akhirnya King Baldwin IV meninggal dunia. Guy akhirnya
dilantik menjadi Raja Yerusalem. Pelantikannya ini diboikot oleh Ksatria
Hospitaller. Usai dilantik, Guy membebaskan Reynald seraya menitip
pesan agar Reynald mencari cara supaya Shalahuddin mau berperang
dengannya.
“Give me a war!” pesan Guy. Reynald sangat senang mendengar
pesan ini dan segera menghimpun pasukannya sendiri untuk menyerang satu
pemukiman orang-orang Arab, di mana adik kandung perempuan Shalahuddin
tinggal di sana. Serangan dilakukan secepat kilat. Mayat-mayat orang
Arab bergelimpangan di mana-mana. Reynald lalu menghampiri adik
perempuan Shalahuddin dan mencampakkan jilbabnya. Perempuan itu lalu
ditangkap dan dibawa ke Yerusalem.
Guy sangat puas atas hasil kerja Reynald dengan pasukan Templarnya
itu. Tidak lama kemudian, datanglah utusan Shalahuddin ke Yerusalem dan
menghadapnya. Di depan Raja Yerusalem yang baru, utusan Shalahuddin
dengan tegas meminta agar Guy membebaskan adik perempuan Shalahuddin.
Namun jawaban Guy sungguh di luar dugaan. Secepat kilat Guy mencabut
pedangnya dan menebas leher utusan tersebut.
“Bawa kepalanya kepada Shalahuddin di Damaskus!” perintahnya pada
utusan Shalahuddin yang segera memacu kudanya untuk kembali ke Damaskus.
Guy lalu memerintahkan semua pasukan Salib untuk bersiap menyerang
Shalahuddin, sebelum mereka mendekati Yerusalem.
PERTEMPURAN HATTIN
Saat cakrawala baru menghiasi langit timur Yerusalem, Guy de Lusignan
bersama Ksatria Templarnya dan ribuan ksatria Salib lainnya berbaris
menuju utara untuk menghadang pasukan Shalahuddin. Hari itu tanggal 3
Juli 1187. Selain membawa perlengkapan perang dan baju besi, Ksatria
Templar juga membawa relik pusaka Salib Suci (yang diyakini sebagai
tiang kayu untuk menyalib Yesus) dengan harapan agar Tuhan bersama
pasukan itu.
Bylian of Ibelin yang tidak sepaham dengan Guy menolak bergabung
dengan pasukan besar dan memilih untuk tetap tinggal di Yerusalem
mempertahankan kota suci itu bersama sisa pasukan dari Ibelin yang
berada di bawah komandonya dan warga sipil. Patriarch Yerusalem sebagai
wakil Paus juga bersama Bylian. Demikian pula Sybilla dan Tiberius.
Yang terakhir ini, saat Guy dan pasukannya berangkat, memilih untuk
meninggalkan Yerusalem dan kembali ke Cyprus. “Awalnya kami merasa
perang ini untuk mengharumkan nama Tuhan, tapi sekarang kami sadar,
perang ini hanyalah untuk mencari kekayaan dan popularitas,” tegas
Tiberias.
“Shalahuddin senantiasa membawa pasukannya dari sumber mata air yang
satu ke sumber mata air lainnya,” ujar Baylian ketika menolak ikut
rombongan Guy de Lusignan. Tapi Guy sudah kemaruk keangkuhan sehingga
tidak lagi memperhitungkan sisi teknis kemiliteran yang dipelajarinya.
Parahnya lagi, Grand Master Templar, Gerard de Ridefort juga tidak
mengingatkan Guy, bahkan ia ikut serta dalam pasukannya.
Jadilah pasukan Salib berjalan di bawah teriknya sinar matahari
gurun. Setelah berjalan bermil-mil di bawah sengatan panas, pasukan
Salib pun mulai kepayahan. Apalagi sepanjang perjalanan tidak satu pun
sumber air yang ditemukan. Satu persatu dari mereka akhirnya terjatuh
dari kuda dan bergelimpangan di gurun pasir. Penderitaan yang amat
sangat dirasakan pasukan Salib yang mengenakan baju besi. Seharian penuh
mereka berjalan tanpa menemukan air. Akhirnya ketika matahari telah
condong ke barat, mereka tiba di sebuah dataran tinggi di bawah tanduk
Hattin.
Panas memang telah hilang, namun dahaga tetap tidak tertahankan. Di
tempat persiapan ini pun pasukan Salib sama sekali tidak menemui sumber
mata air. Mereka mulai dihinggapi frustasi dan ketakutan. Bayang-bayang
kekalahan pun mulai menghinggapi perasaan mereka. Di bawah dataran
tinggi, ribuan pasukan Shalahuddin sudah membuat kemah. Mereka tampak
segar karena menguasai sumber mata air.
Malam itu pasukan Salib tidak bisa tidur. Setelah seharian berjalan
di atas gurun yang terik, tanpa menemukan sumber mata air, kerongkongan
mereka terasa begitu kering dan terbakar. Beberapa dari mereka menjadi
gila. Berteriak-teriak histeris menuruni dataran tinggi, meluncur menuju
dataran rendah tempat pasukan Muslim berkemah dan segera disambut
kibasan pedang hingga ajal menjemput sebelum bertempur.
Untuk menambah penderitaan pasukan Salib, pasukan Shalahuddin
membakar rerumputan belukar yang ada di sekitar perkemahan. Seluruh
kawasan perbukitan itu menyala dan menambah panas dataran diatasnya yang
dihuni pasukan Salib. Malam itu berubah menjadi neraka bagi Guy
Lusignan dan pasukannya.
Usai shalat Subuh, 4 Juli 1187, pasukan Shalahuddin mengepung rapat
posisi pasukan Salib. Pengepungan dilakukan dalam arti sesungguhnya.
Seluruh pasukan Shalahuddin melingkari perbukitan itu dengan badannya.
Tangan mereka telah siap menghunus pedang dan tombak. Bukan saja satu
lapis, tapi berlapis-lapis dengan pasukan panah berada di barisan
belakang.
Ketika fajar menyingsing menyinari Tanduk Hattin, serunai dari pihak
pasukan Muslim pun ditiup tanda serangan dimulai. Bunyinya membuat
pasukan Salib bergidik bagai terompet kematian. Pasukan Salib yang
terkepung melawan dengan membabi-buta dan balas menyerang dengan sisa
tenaga yang masih ada. Melihat hal tersebut, pasukan Muslim malah
membuka barisan depan dan membentuk fomasi huruf ‘U’. Mereka membiarkan
pasukan Salib lewat dan setelah pasukan Salib sampai ke tengah, bukaan
itu ditutup kembali, mirip dengan strategi capit kepiting. Satu demi
satu pasukan Salib rubuh ke tanah. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
EraMuslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar