Eramuslim.com
– Setelah penaklukan Antiokia, Bohemond menguasai daerah-daerah
sekitarnya. Raymond menguasai barat daya Antiokia dan tidak mau
menyerahkannya kepada Bohemond, karena sebenarnya ia pun berambisi
menguasai seluruh Antiokia. Krisis ini baru bisa diselesaikan setelah
Raymond diserahi pimpinan untuk penyerangan ke Yerusalem, karena ia
mempunyai peluang untuk menguasai daerah yang lebih luas di tanah suci
itu. Antiokia dikuasai tentara Salib selama kurang lebih seperempat
abad.
Setahun setelah menaklukkan Antiokia, tentara Salib yang pertama
telah sampai di depan tembok kota suci Yerusalem pada hari Selasa, 7
bulan Juni 1099. Kaum Muslimin yang berada di Yerusalem sama sekali
tidak menyangka bahwa tentara Salib di hari itu akan mengepung
Yerusalem. Menyadari bahaya yang tengah mengancam, Gubernur Mesir yang
bertanggungjawab atas Yerusalem dengan cepat memerintahkan agar merusak
dan meracuni sumber-sumber air yang ada di sekitar kota serta menggiring
seluruh ternak untuk masuk ke dalam kota.
Segenap orang Kristen yang tadinya tinggal di dalam kota,
diperintahkan untuk keluar dari kota. Ini dilakukan untuk menghindari
pengkhianatan mereka seperti halnya ketika pasukan Salib menggempur
Antiokia di mana orang-orang Kristen Armenia melakukan pengkhianatan dan
membelot ke pihak pasukan Salib. Selain itu, siasat ini dilakukan juga
untuk menambah kalut pasukan Salib dalam hal pemenuhan kebutuhan air dan
minuman. Seorang Kristen yang tadinya tinggal di dalam kota Yerusalem
bernama Gerard, kepala sebuah pondok bernama Amalfi, menghubungi
pimpinan pasukan Salib dan memberikan informasi yang diketahuinya soal
sistem pertahanan kota Yerusalem.
Di Palestina, memasuki bulan Juli adalah musim panas yang menyengat.
Ini yang tidak diperhitungkan oleh pasukan Salib. Apalagi di sekitar
kota Yerusalem sama sekali tidak ada pepohonan tinggi selain gurun
pasir. Jelas, banyak pasukan Salib yang mengenakan baju zirah (baju
perang yang terbuat dari besi) merasa tersengat panas dan kepayahan.
Apalagi sumber air yang aman paling dekat letaknya sejauh delapanbelas
kilometer dari lokasi perkemahan. Demikian pula dengan batang-batang
pohon yang berasal dari hutan, hanya bisa diperoleh dari kawasan hutan
dekat pantai Samaria yang berjarak belasan kilometer. Ini semua membuat
pasukan Salib kalut. Apalagi di tengah keadaan yang kacau tersebut,
tersiar berita bahwa Mesir akan mendatangkan bala bantuan pasukan Islam
dalam jumlah besar ke Yerusalem.
Para petinggi pasukan Salib yang dipimpin Godfroi de Bouillon
akhirnya menganggap pengepungan terhadap Yerusalem dalam waktu lama
tidak akan menguntungkan dan malah akan bisa mendatangkan kekalahan
telak bagi pasukannya. Sebab itu, satu-satunya jalan adalah dengan
melancarkan serangan kilat, secara cepat dan besar-besaran, ke kota
Yerusalem. Sekali pukul Yerusalem harus jatuh. Inilah Blitzkrieg gaya Godfroi de Bouillon.
Dengan kekuatan yang masih tersisa, tiga buah menara kayu didirikan
dan didorong untuk merapat ke tembok kota Yerusalem yang menjulang
tinggi. Sebelumnya, parit-parit yang mengelilingi kota diurug dengan
pasir, batu, dan tanah. Mereka melakukan ini di bawah hujan panah dan
gelontoran sulfur yang menyala yang ditumpahkan ke dalam parit-parit
tersebut. Pasukan Salib yang selain berasal dari tentara regular juga
banyak yang terdiri dari para kriminal Eropa ini mati-matian
bahu-membahu berupaya mendorong tiga menara kayu agar sejajar dengan
tembok kota.
Menjelang tengah malam, 13 Juli 1099, pasukan Raymond de Toulouse
berhasil merapatkan menara ke tembok kota namun tidak berhasil
memasangkan titian yang menghubungkan antara menaranya dengan tembok
kota. Barulah menjelang matahari terbit di cakrawala pada 14 Juli 1099,
pasukan Godfroi de Bouillon berhasil mendekatkan menara kayu dan
memasang titian yang menghubungkannya ke tembok kota. Dari titian itu
mengalirlah satu demi satu pasukan Salib yang segera disambut ayunan
pedang dan tusukan tombak pasukan Islam. Perkelahian satu lawan satu pun
tak terhindarkan. Darah tertumpah di sana-sini. Teriakan perang
menggema di mana-mana bersahut-sahutan. Panji-panji dua pasukan
berkibaran dan bertumbangan.
Peperangan berlangsung berjam-jam. Saat tengah hari, barulah pasukan
Godfroi berhasil menduduki gigir tembok. Dengan cepat mereka menurunkan
tangga-tangga panjang yang segera dipanjat ratusan pasukan Salib lainnya
yang masih ada di bawah. Setelah cukup banyak pasukan Salib yang
menguasai gigir tembok dan turun ke bawah, maka Godfroi memerintahkan
mereka untuk membuka pintu gerbang. Ketika pintu gerbang berhasil
dibuka, maka bagai air bah ribuan pasukan Salib menghambur ke dalam kota
dan mencincang siapa saja yang ditemuinya.
Saat itu, kekuatan pasukan Islam yang berasal dari Dinasti Fathimiyah
yang menguasai Yerusalem memang kalah banyak di banding pasukan
penyerbu yang terdiri dari 20.000 tentara Salib terlatih dan 20.000
tentara Salib lainnya yang terdiri dari para penjahat dan kiminal Eropa,
yang sengaja mencari peruntungan dan kebebasan dengan bergabung dengan
pasukan Salib pertama ini.
Dengan menyanyikan lagu-lagu pujian, dengan buas pasukan Salib
membanjiri jalan-jalan Yerusalem, membongkar kedai-kedai, mendobrak
pintu-pintu rumah, membakar masjid, dan membantai semua manusia yang
ditemuinya, besar kecil, tua muda, seluruhnya dibabat habis.
Masjid Al-Aqsha menjadi penuh sesak oleh para pengungsi dengan
harapan di dalamnya mereka akan aman. Bahkan banyak yang sudah meluber
ke atapnya. Namun upaya ini pun sia-sia. Pasukan Salib yang telah
tersiksa selama berminggu-minggu ini segera mengejar dan menerabas masuk
ke masjid suci itu dan membunuhi semua yang ada dan bergerak.
Tempat ketiga paling suci bagi umat Islam ini telah penuh dengan
genangan darah dan tumpukan mayat. Salah satu laporan dari pemimpin
pasukan kepada Paus Urban II dengan bangga menulis, “Jika Paduka
ingin mendengar bagaimana kami memperlakukan musuh-musuh kita di
Yerusalem, ketahulah, di Portico dan Haikal Sulaiman, kami berkuda di
atas darah najis kaum Saracen (Muslim), yang tinggi genangannya itu
mencapai lutut kuda-kuda kami.”
Orang-orang Yahudi yang tinggal di Yerusalem juga tak luput dari
pembantaian pasukan Salib. Padahal mereka telah berkumpul dan memenuhi
sinagog-sinagog mereka agar aman dari pembantaian dan menyatakan kepada
pasukan Salib bahwa mereka bukan Muslim, tapi ini pun sia-sia.
Sinagog-sinagog itu tetap dibakar dan dihancurkan. Seluruh Yahudi yang
berlindung di dalamnya pun dicincang.
Gubernur
Iftikhar Daulah dan para pengawalnya yang terjepit di Menara Daud
berteriak bahwa mereka akan menghentikan perlawanan bila mereka
dibiarkan keluar dengan selamat. Mereka inilah satu-satunya kelompok
yang selamat dari pembantaian gila-gilaan ini.
Raymond de Aguilers dengan penuh syukur dan kebanggaan mengutip Mazmur 118: “Inilah hari yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Bersuka-citalah dan bergembiralah di dalamnya.”
Para pasukan Salib dan pendeta dengan masih belepotan darah menyusuri
jalan-jalan kota suci Yerusalem yang dipenuhi gundukan kepala dan tubuh
manusia yang bermandikan darah. Dengan pedang yang masih basah oleh
darah, pasukan Salib ni memasuki Gereja Makam Suci dan melakukan prosesi
dengan khidmat dan menyanyikan lagu-lagu pujian. Lonceng di seluruh
Eropa, tatkala mendengar kejatuhan Yerusalem, berdentang berjam-jam. Christendom mabuk kemenangan. Yerusalem kembali jatuh ke dalam kekuasaan Salib.
Seperti yang telah disinggung di muka. Jatuhnya Yerusalem disusul
dengan “diresmikannya” Ordo Biarawan Sion dan duapuluh tahun kemudian
menciptakan ordo khusus militer bernama Knights Templar guna
mengefektifkan tugas-tugas dan misinya.
PELOPOR SISTEM PERBANKAN RIBAWI
Duapuluh tahun setelah jatuhnya Yerusalem, Ksatria Templar secara
resmi bermarkas di sayap kiri istana King Baldwin. Sebuah wilayah bekas
reruntuhan Kuil Sulaiman yang dihancurkan oleh Nebukadnezar dari
Babylonia dan juga oleh Kaisar Titus dari Romawi. Sejarah mencatat, para
Templar ini melakukan penggalian diam-diam di bawah markasnya untuk
mencari harta karun Sulaiman.
Keberadaan Templar ini di Yerusalem, seperti yang telah mereka
kemukakan di hadapan Raja, adalah mengamankan jalur peziarah Eropa dari
kota pelabuhan Jaffa ke Yerusalem. Walau Templar mengaku mereka tidak
menambah anggota hingga sembilan tahun setelah berdiri—seperti yang
dikemukakan Guillaume de Tyre—namun banyak kalangan tidak mempercayai
hal tersebut karena area yang menjadi tugas dan wewenang para Templar
untuk mengamankannya terlalu luas dan panjang jika hanya ditangani oleh
sembilan orang. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
EraMuslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar