Eramuslim.com
– Skotlandia, Inggris, Portugal, dan Spanyol, juga Malta, memang
menjadi lokasi pelarian Templar. Di kerajaan-kerajaan tersebut para
Templar berbaur dengan penduduk setempat yang mayoritas memeluk agama
Katolik Roma. Mereka juga banyak yang mengganti nama. Beberapa dari
mereka juga meminta suaka kepada para bangsawan dan tuan tanah (Landlord)
yang memiliki wilayah kekuasaannya sendiri, otonom. Banyak permintaan
suaka ini diterima dengan tidak gratis, dengan artian para bangsawan
yang sangat memahami bahwa para Templar itu kaya raya, meminta sejumlah
uang sebagai jaminan keamanan atas dirinya. Bahkan ada pula yang
kemudian bermitra dan meneruskan bisnis usaha ‘perbankan’ yang dulu
telah dirintis para Templar.
Pada awal abad ke 16, Gereja Katolik tengah didera gerakan reformasi,
yang dipelopori oleh Martin Luther (1483-1546), pemimpin Gerakan
“Protest” (sebab itu gerejanya kemudian disebut sebagai Gereja
Protestan), dan John Calvin (1509-1564) yang kemudian melahirkan Gereja
Calvinis. Banyak kalangan memandang gerakan reformasi gereja sebenarnya
juga didorong oleh mereka yang tidak puas atau menyimpan dendam terhadap
hegemoni Gereja Katolik, seperti halnya kaum Templar. Dan hal ini
ternyata mendapat pembenaran dengan bergabungnya sejumlah fraksi dari
penerus Templar ke dalam gerakan reformasi gereja tersebut antara tahun
1517-1521.
Satu-satunya motivasi para mantan anggota Templar ini bergabung dalam
gerakan tersebut adalah untuk membalaskan dendam atas kejadian dua abad
lalu terhadap Gereja Katolik dengan menunggangi gerakan pembaharuan
gereja ini. Upaya penyusupan oleh penerus Templar ini semula tidak
diketahui Martin Luther, namun beberapa tahun kemudian barulah ia
menyadari akan hal tersebut dan dengan tegas Martin Luther menghujat dan
mengecam kaum Yahudi ini dan menyerukan agar semua pengikutnya tidak
terpengaruh oleh kaum ini.
Setelah penumpasan para Templar memang bagaikan hilang di telan bumi.
Mereka membenamkan diri dalam-dalam ke perut bumi sembari terus
memelihara harapan, cita-cita, dan tujuan mereka yang masih teramat
panjang. Pengejaran dan penumpasan terhadap Templar ternyata tidak bisa
tuntas. Rahasia harta karun Templar yang menjadi pusat misteri tentang
keberadaan ordo ini tetap menjadi misteri.
Banyak catatan yang menyatakan, sebelum pasukan Phillipe le Bel dan
Clement V bergerak di pagi hari itu, beberapa hari sebelumnya Grand
Master Templar Jacques de Molay telah memerintahkan kepada beberapa
bawahannya untuk memindahkan berkas-berkas dan dokumen rahasia yang
sangat penting di suatu tempat yang dinilai aman, membakar banyak buku
dan catatan ordo, termasuk membawa berpeti-peti harta karun keluar dari
Perancis melewati jalan laut.
Upaya yang dilakukan De Molay ini mengindikasikan satu hal yang
pasti: Tempar telah mengetahui, setidaknya mencium rencana Phillipe le
Bel dan Paus Clement V, atau kalau pun Templar tidak tahu siapa yang
akan menghabisinya secara pasti, yang jelas Templar telah yakin akan ada
sesuatu yang besar yang akan menimpa ordo persaudaraan ini sehingga
seluruh dokumen rahasia, segala catatan dan buku, serta harta karun dan
properti yang dimilikinya harus diamankan.
Dan ini terbukti. Pasukan Phillipe le Bel dan Clement V sama sekali
tidak memperoleh sepotong koin emas pun dari harta karun Templar yang
sangat banyak itu. Lalu dari mana De Molay mengetahui rencana rahasia
terhadap Templar itu? Guillaume de Gisors, Grand Master Biara Sion,
disebut-sebut sebagai pihak yang memberi tahu De Molay.
Walau antara Biara Sion dengan Ksatria Templar telah tidak ada lagi
hubungan sejak peristiwa Penebangan Pohon Elm, walau amat mungkin hal
ini hanyalah formalitas belaka, namun dalam kenyataanya kedua ordo itu,
mungkin secara pribadi-pribadi, tetap berhubungan dengan erat. Bukankah
Grand Master Biara Sion, Guillaume de Gisors, telah dihadiahi sebuah
kepala emas Caput LVIIIm atau Caput 58M, oleh Templar di tahun 1307?
Sebab itu, antara Sion dengan Templar terbukti tetap memelihara
jaringan mereka. Dan yang juga menarik, Guillaume de Gisors ternyata
juga berkawan akrab dengan Guillaume Pidoye, salah satu kaki tangan
Phillipe de Bel yang berpengaruh. Bisa jadi, Pidoye yang menganggap Sion
tidak memiliki hubungan lagi dengan Templar, bahkan menduga Sion masih
menyimpan dendam terhadap Templar akibat lepasnya Yerusalem, membocorkan
rencana Phillipe untuk menumpas Templar dengan harapan mendapatkan
dukungannya atau setidaknya berupa persetujuan moril. Kabar ini kemudian
oleh de Gisors diteruskan kepada De Molay yang mengambil beberapa
langkah preventif untuk menjaga ‘harta terbesar’ para Templar.
DIVISI PEREMPUAN KSATRIA TEMPLAR
Yang sangat jarang diamati peneliti lainnya adalah sebuah pertanyaan
mendasar bahwa jika Templar memang ‘menuhankan’ perempuan seperti halnya
terhadap Maria Magdalena dan juga Dewi-Dewi Masir kuno lainnya, begitu
‘terpesona’ oleh konsep femininitas, maka adakah dalam ordo ini
kesempatan bagi perempuan untuk bergabung? Adakah Divisi Perempuan dalam
Ordo Militer Khusus Knights of Templar?
Pertanyaan ini mendapat jawaban yang memuaskan ketika dua orang
peneliti, Charles dan Nicole, menyatakan bahwa Ordo Ksatria Templar
memang memiliki anggota perempuan.[1]
Di tahun-tahun awal pendirian ordo ini, ada banyak perempuan yang ikut
mengucapkan ikrar Templar walau kemudian mereka hanya menjadi anggota
biasa. Mereka, Nicole dan Charles, menyatakan,
“Jika mengamati kembali berbagai dokumen dari abad ke-12, Anda
akan mendapatkan banyak perempuan yang bergabung dengan Ordo Templar,
terutama pada abad pertama keberadaannya. Setiap orang yang bergabung
harus mengucap ikrar untuk menyerahkan ‘rumahku, tanahku, tubuhku, dan
jiwaku kepada Ordo Templar’. Anda akan mendapati nama-nama perempuan di
akhir berbagai dokumen ini selain nama-nama lelaki. Anda pun akan
menemukan banyak pasangan (laki-laki dan perempuan) yang sama-sama
bergabung. Jadi, kaum perempuan pun harus mengucapkan ikrar.
Dokumen-dokumen itu terutama membahas wilayah ini (Languedoc), dan ada
cukup banyak petunjuk mengenai banyaknya kaum perempuan yang pada suatu
kali terlibat dalam Ordo Templar. Dan beberapa wkatu kemudian, ordo ini
memang mengubah peraturannya dan melarang keanggotaan perempuan”.
Peneliti lainnya seperti Michael Baigent dan Richard menyatakan dalam buku “The Temple and the Lodge” (1989): …sebuah
dokumen dari akhir abad ke-12 di Inggris melaporkan tentang seorang
perempuan yang diterima Ordo Templar sebagai Suster. Fenomena ini
tampaknya menyiratkan keberadaan sayap atau kelompok feminin dalam Ordo.
Tetapi, (sejauh ini) belum ditemukan penjelasan mengenai masalah ini.
Bahkan, informasi tentangnya yang mungkin terdapat dalam dokumen-dokumen
resmi Inkuisisi telah lama hilang atau disembunyikan.
Catatan-catatan tentang keberadaan Divisi Feminin dalam Ordo Templar
ini memang sangat terbatas. Yang mencuat dalam sejarah memang sisi
maskulinitasnya. Walau demikian, hal tersebut sudah lebih dari cukup
untuk membuktikan bahwa ordo ini memang terlihat lebih maju dari
zamannya.
Akhir keberadaan ordo ini memang mengenaskan. Grand Master
terakhirnya, Jacques de Molay, memang telah mati. Demikian pula Phillipe
le Bel dan Paus Clement V. Namun Templar kini malah menemukan pusat
operasi mereka yang baru, di suatu wilayah yang merdeka dari Gereja
Katolik Roma, lepas dari pengaruh Paus, dan mendapat dukungan penuh dari
penguasa wilayah tersebut, King Robert The Bruce, yang kebetulan tengah
berperang melawan Inggris dan memerlukan tenaga kombatan yang handal.
Agar tidak menyulitkan The Bruce, Templar akhirnya menanggalkan jubah
putih dan panji-panji perangnya, dan kemudian mengganti pakaian dengan
pakaian yang biasa dikenakan para pekerja, para tukang batu, bergabung
dengan para Mason dan menguasai gilda-gilda mereka, lodge-lodge mereka.
Tidak ada lagi Knights of Templar. Yang ada sekarang adalah Mason. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)
—————————————————
[1] Lynn Picknett dan Olivia prince; The Templar Revelation; hal. 181.
EraMuslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar